Tom Hurndall, mahasiswa jurnalistik asal Inggris, ditembak kepalanya oleh penembak jitu tentara Israel di tahun yang sama. Kesalahannya hanyalah ia mencoba menyelamatkan anak-anak Palestina di jalan. Dia tidak pernah sadarkan diri dan meninggal sembilan bulan kemudian di sebuah rumah sakit di London, pada 13 Januari 2004.
Kameramen Inggris James Miller,34, ditembak mati oleh seorang tentara dari unit Israel yang sama, hanya berjarak satu mil dari lokasi kejadian, tiga minggu setelah Hurndall ditembak.
Dia berada di Rafah saat membuat film dokumenter untuk sebuah saluran televisi Amerika Serikat. Hasil otopsi memastikan bahwa dia hampir pasti dibunuh oleh tentara Israel, meskipun pihak militer menyatakan sebaliknya.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
Bukti video dengan jelas menunjukkan bahwa Miller dan timnya membawa bendera putih dan meneriaki tentara Israel bahwa mereka adalah wartawan Inggris.
Shireen Abu Akleh, seorang jurnalis dan koresponden Palestina-Amerika untuk Al Jazeera, terbunuh ketika meliput serangan militer Israel di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat yang diduduki pada 11 Mei 2022. Dia dilarikan ke rumah sakit di Jenin dalam kondisi kritis, di mana dia dinyatakan meninggal tak lama kemudian.
Tak hanya di wilayah Palestina, para pengunjuk rasa Pro-Palestina di negara-negara yang jauh dengan Palestina dan Israel pun mendapat perlakuan yang tak kalah menyakitkan.
Polisi Inggris pada 24 Juli 2024 menangkap sembilan orang dalam sebuah protes menentang ekspor senjata ke Israel yang sempat memblokir jalan di luar kementerian luar negeri, menyoroti tekanan terhadap pemerintahan Partai Buruh yang baru atas sikapnya terhadap perang Gaza. Para pengunjuk rasa pro-Palestina di Inggris telah mendesak pemerintah untuk melarang penjualan senjata ke Israel menyusul serangannya ke Gaza sebagai tanggapan atas serangan 7 Oktober.
Lebih dari selusin orang ditangkap di Universitas Stanford, California, Amerika Serikat, pada 5 Juni 2024. Para pengunjuk rasa pro-Palestina membarikade diri mereka sendiri di dalam kantor rektorat, bentrok dengan pihak berwenang terkait konflik Israel-Gaza.
Sekitar 10 orang mahasiswa memasuki gedung kantor administrasi sekitar pukul 5:30 pagi. pada hari terakhir kelas untuk kuartal musim semi, menurut surat kabar mahasiswa The Stanford Daily, sementara sekitar 50 mahasiswa menautkan senjata dan mengepung gedung, meneriakkan, “Palestina akan bebas.”