PADA Sabtu pagi, seorang warga negara Amerika kelahiran Turki ditembak di kepala oleh penembak jitu Israel di desa Beita, di Tepi Barat.
Ia adalah Aysenur Ezgi Eygi, seorang perempuan berusia 26 tahun dari negara bagian Washington, yang untuk pertama kalinya ikut serta dalam protes mingguan rutin yang diselenggarakan oleh Gerakan Solidaritas Internasional pro-Palestina untuk menentang perluasan pemukiman Yahudi di kota itu.
Tiga bulan yang lalu, Eygi baru saja lulus dari Universitas Washington di Seattle, tempat ia belajar psikologi dan bahasa serta budaya Timur Tengah.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
Dalam sebuah pernyataan, keluarganya mengatakan bahwa Eygi telah aktif dalam unjuk rasa pro-Palestina di kampus dan secara moral merasa terdorong untuk pergi ke Tepi Barat dan “bersolidaritas dengan warga sipil Palestina.”
Menurut keterangan saksi mata, Eygi dan para pengunjuk rasa lainnya berlindung di sebuah kebun zaitun setelah tentara Israel menembakkan gas air mata saat aksi damai mulai bubar.
“Demonstrasi, yang terutama melibatkan para pria dan anak-anak yang sedang berdoa, disambut dengan kekuatan dari tentara Israel yang ditempatkan di atas bukit,” kata juru bicara ISM.
“Awalnya, tentara menembakkan gas air mata dalam jumlah besar dan kemudian mulai menggunakan peluru tajam.”
Saat itulah Eygi, yang tampaknya sengaja dijadikan target oleh penembak jitu Israel, ditembak di bagian belakang kepalanya.
ISM membantah “klaim palsu yang berulang-ulang” bahwa para demonstran telah melemparkan batu. “Semua saksi mata membantah klaim ini,” kata juru bicara tersebut.
“Aysenur berada lebih dari 200 meter dari tempat tentara Israel berada, dan tidak ada konfrontasi sama sekali di sana pada menit-menit sebelum dia ditembak.
Baca Juga:Jokowi: Tanggal Pelantikan 20 Oktober, Saat Itu Bapak Prabowo Milik Seluruh Rakyat Indonesia Bukan GerindraRapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada Prasangka
“Terlepas dari itu, dari jarak sejauh itu, baik dia maupun orang lain tidak mungkin dianggap sebagai ancaman. Dia dibunuh dengan darah dingin.”
Kematian Eigy menunjukkan betapa mahal harga sebuah solidaritas untuk nasib bangsa Palestina yang terjajah, baik di Gaza, mapun Tepi Barat.
Sebelumnya, ada sederetan aktivis internasional yang menemui nasib seperti Eigy. Mati di tangan Israel tanpa pertanggungjawaban sedikit pun. Sebut saja, Rachel Corrie yang meninggal dunia pada 20023 dibuldoser oleh tentara Israel karena menghalangi penghancuran rumah-rumah warga sipil tak berdosa di Rafah, Jalur Gaza. Rompi oranye terang yang dikenakannya untuk mengidentifikasi dirinya sebagai warga sipil, tidak dapat menyelamatkannya.