Ardiansyah pun mengungkap, beberapa kasus yang ditemui, pelaku merupakan korban dari rumah tangga yang tidak harmonis.
Sebelumnya, Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Herristanti, menyatakan dinasnya memiliki dua program berkaitan dengan pengasuhan, yaitu Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR).
“BKR untuk orangtua yang mempunyai remaja, untuk PIR untuk remajanya itu sendiri. Meskipun sebenarnya dari jumlah PIKR di Kota Yogyakarta baru sekitar 70. Jadi perlu ditingkatkan lagi untuk jumlahnya,” terang Herristanti.
Baca Juga:Selamat Hari Radio Republik IndonesiaUMKM Dirugikan, Menkominfo Sebut Aplikasi TEMU Bahaya, Jangan Masuk ke Indonesia
Sementara, Kemenko PMK mengungkap bahwa KDRT jadi kasus paling banyak dilaporkan pada 2023. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, mengemukakan, laporan KDRT sepanjang 2023 ada sebanyak 1.400 kasus.
“KDRT itu kekerasan yang paling banyak dilaporkan di tahun 2023. Ini sebagai gambarannya. Yang paling banyak (menjadi korban) perempuan dan anak,” jelas Woro.
Dihubungi terpisah, Kadiv Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, meminta agar polisi lebih gencar melakukan patroli berkaitan dengan kejahatan jalanan yang dilakukan remaja atau biasa disebut klitih.
“Hampir tiap akhir pekan terjadi tindakan klitih terutama pada Sabtu atau Minggu dini hari,” cecarnya.
Berdasar pengamatan JPW, kata Kamba, aksi tawuran yang berujung meninggalnya korban jiwa terjadi di Seyegan, Sleman, DIY, Minggu (8/9/2024) dini hari dan tawuran disertai dengan aksi klitih di depan pasar Sleman pada hari yang sama.
Tak jarang aksi tawuran yang disertai dengan aksi klitih ini para pelaku menggunakan senjata tajam atau sajam. Maka diharapkan, dengan dilakukan patroli secara rutin dapat meminimalkan aksi tawuran dan klitih.
“Para pelaku tawuran maupun klitih umumnya kan masih remaja dan masih sekolah. Maka perlu pembinaan tidak hanya diamankan oleh pihak kepolisian kemudian dengan mudah dilepaskan lagi dan berbuat ulah lagi,” lontarnya.
Baca Juga:Jokowi: Tanggal Pelantikan 20 Oktober, Saat Itu Bapak Prabowo Milik Seluruh Rakyat Indonesia Bukan GerindraRapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada Prasangka
Kemudian, Kamba menuding bahwa miras dan narkoba turut berdampak pada aksi tawuran dan klitih.
“Ya bisa jadi tidak hanya narkoba tetapi miras juga dapat berdampak pada kasus kekerasan jalanan atau klitih yang kembali marak terjadi,” jelasnya. (*)