DEWAN Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memutuskan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku. Hanya saja, Dewas KPK menjatuhkan hukuman yang ringan bagi Ghufron, yaitu berupa teguran tertulis dan potong gaji.
Dewas KPK memutuskan Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.
“Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa (Nurul Ghufron) berupa teguran tertulis,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan amar putusan etik di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (6/9).
Baca Juga:Jokowi: Tanggal Pelantikan 20 Oktober, Saat Itu Bapak Prabowo Milik Seluruh Rakyat Indonesia Bukan GerindraRapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada Prasangka
Sanksi sedang yang dimaksud Dewas KPK ialah teguran tertulis terhadap Nurul Ghufron. Kemudian, Ghufron juga disanksi pemotongan gaji sebanyak 20 persen sepanjang enam bulan.
“Agar Terperiksa selaku Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati dan melaksanakan Kode Etik dan Kode Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama enam bulan,” ujar Tumpak.
Dewas KPK mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terkait putusan etik tersebut. Hal yang meringankan ialah Ghufron belum pernah dijatuhi sanksi etik.
“Hal yang memberatkan, terperiksa tidak menyesali perbuatannya, tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang,” ujar Tumpak.
Sebelumnya, Ghufron memakai pengaruh sebagai wakil ketua KPK dengan tujuan kepentingan pribadi, berupa membantu mutasi ASN di Kementerian Pertanian berinisial ADM dari Jakarta ke Malang. Saat itu, Ghufron mengontak mantan sekjen Kementan Kasdi Subagyo supaya proses pemindahan ADM dipercepat.
Padahal, pada saat yang sama, Kasdi ialah terdakwa dalam perkara pemerasan yang dijerat bersama mantan mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kasus itu diusut oleh KPK, hingga Kasdi dan SYL masuk penjara.
Sepanjang sidang, Dewas KPK telah memeriksa sejumlah saksi termasuk pimpinan KPK Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata. Sedangkan di pihak Kementan yang diperiksa ialah Kasdi dan ADM. (*)