INFLASI pada Agustus 2024 tercatat 2,12% secara tahunan (yoy). Inflasi ini dinilai bergerak stabil didorong oleh penurunan sebagian besar harga pangan yang memicu Indeks Harga Konsumen secara bulanan mengalami deflasi 0,03% (mtm).
Hal ini diungkapkan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam pernyataan resminya, dikutip Rabu (4/8/2024).
“Terkendalinya harga pangan diharapkan menjadi sinyal positif bahwa harga pangan semakin terjangkau bagi masyarakat. Meskipun demikian, Pemerintah tetap mewaspadai potensi risiko musim kemarau yang dapat berdampak pada produksi beras dan hortikultura,” kata Febrio.
Baca Juga:Jokowi: Tanggal Pelantikan 20 Oktober, Saat Itu Bapak Prabowo Milik Seluruh Rakyat Indonesia Bukan GerindraRapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada Prasangka
Dia pun memastikan koordinasi TPIP-TPID terus dilanjutkan untuk menjaga stabilitas harga serta mengantisipasi potensi kebencanaan dan cuaca ekstrem. Selain itu, komunikasi efektif terus dilakukan untuk mendukung terjaganya ekspektasi inflasi,
Sementara itu, menurut komponen, inflasi inti mengalami kenaikan menjadi sebesar 2,02% (yoy). Peningkatan ini didukung kenaikan inflasi pada kelompok pakaian dan alas kaki, perumahan, rekreasi, dan perawatan pribadi (termasuk emas). Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) tercatat mengalami kenaikan, yaitu menjadi sebesar 1,68% (yoy) didorong oleh kenaikan harga BBM nonsubsidi dan rokok. Sementara itu, inflasi harga bergejolak (volatile food) melanjutkan tren penurunan, tercatat 3,04% (yoy).
Febrio menjelaskan penurunan harga pangan terutama didorong oleh pasokan yang melimpah seiring dengan masa panen serta turunnya biaya produksi seperti pakan jagung. Beberapa komoditas yang tercatat mengalami penurunan harga, di antaranya bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras.
Adapun, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 tercatat pada level 48,9. Hal ini tidak terlepas dari menurunnya kinerja sektor manufaktur global di tengah tekanan permintaan.
Pelemahan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, Kawasan Eropa, dan Amerika harus semakin diantisipasi ke depannya. Aktivitas manufaktur negara mitra dagang dan kawasan ASEAN juga mengalami tantangan yang sama, antara lain Amerika Serikat (48,0) dan Jepang (49,8).
Negara tetangga seperti Malaysia dan Australia juga kembali mencatatkan PMI manufaktur yang terkontraksi masing-masing pada level 49,7 dan 48,5.
Di tengah perlambatan PMI Indonesia, optimisme masih terjaga dengan kinerja sejumlah leading industry di tanah air. Industri makanan dan minuman serta kimia farmasi hingga triwulan II lalu konsisten tumbuh di atas 5% yoy. Bahkan, industri logam dasar tumbuh hingga 18,1% seiring proses hilirisasi yang semakin menunjukkan hasil.