Salah satu penemuan menarik dalam ekspedisi ini adalah gua yang dinamakan oleh tim dengan sebutan White Rain. Jika diartikan dalam bahasa lokal adalah Udang Maote. Nama ini akhirnya disematkan untuk menyebut gua itu. Hujan putih itu asalnya saat para penyelam memasuki gua merasakan tetesan air putih yang tampak seperti hujan.
ugm banggaiJuswono Budisetiawan dari SRX menjelaskan Kepulauan Banggai memiliki formasi karst yang sangat berbeda dari karst di wilayah lain seperti Kalimantan. Jika di Kalimantan karstnya menjulang, di Banggai karstnya tersembunyi di bawah permukaan tanah dan laut. Hal ini membuat eksplorasi menjadi lebih menantang karena memerlukan keterampilan khusus seperti cave diving, yakni penyelaman di ruang tertutup yang sangat berbeda dari penyelaman di laut terbuka.
Salah satu contoh adalah eksplorasi di cenote, yaitu lubang dengan danau di dalamnya yang sering ditemukan di daerah Mexico. Di Kepulauan Banggai, cenote ini memiliki kedalaman yang signifikan, mencapai 33 meter dari permukaan air, yang menambah kerumitan dalam proses penyelaman.
Baca Juga:Rapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada PrasangkaPusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus Mpox
“Karena kedalamannya, peralatan khusus diperlukan, dan penyelam harus ditarik ke permukaan untuk mengurangi beban saat kembali ke atas,” kata dia.
Tim ekspedisi juga berhasil mengungkap fenomena khas cenote yang belum pernah disentuh oleh dunia ilmu pengetahuan sebelumnya. Di salah satu gua karst yang dieksplorasi, ditemukan lapisan H2S (hidrogen sulfida) yang sangat tebal—jauh melampaui ketebalan biasa yang hanya sekitar 2 meter.
“Di kedalaman sekitar 20 meter, lapisan H2S ini berinteraksi dengan oksigen yang ada di dalam air, membentuk asam sulfat yang sangat korosif,” kata Juswono.
Juswono menyebutkan bahwa meskipun lapisan H2S ini biasanya menandai batas kehidupan, tim peneliti menemukan beberapa spesies udang yang berenang di atasnya. Fenomena ini mengejutkannya dan tim, karena H2S dikenal sangat sepi dari kehidupan, sementara area di atasnya dipenuhi kabut yang kaya dengan kehidupan.
“Udang-udang ini diduga memiliki kemampuan khusus untuk mentolerir H2S, memanfaatkan lingkungan ekstrem ini untuk mencari makanan yang tidak bisa diakses oleh makhluk lain dan ini yang menarik perhatian saya,” ia bercerita.