Dalam budaya politik Jawa, raja akan menggunakan pola kekuatan Mandala, di mana terdapat sebuah lingkaran yang dikelilingi oleh mancanegara dan terpusat pada kraton.
Untuk membangun pola kekuatan demikian, maka sang raja akan mengumpulkan berbagai pusaka kekuatan di kraton. Tujuannya adalah agar pemusatan kekuatan terjadi sehingga siapapun di luar kraton, yakni mancanegara, akan tunduk pada sang raja.
Contoh pemimpin Indonesia yang dinilai melakukan pemusatan kekuatan seperti ini adalah Soekarno. Saat masih menjabat, Soekarno dinilai berusaha mengumpulkan kekuatan dari berbagai kelompok, yakni kelompok nasionalis, kelompok agama, dan kelompok komunis, yang mana ketiganya biasa disebut dengan istilah Nasakom.
Baca Juga:Rapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada PrasangkaPusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus Mpox
Meski begitu, Anderson menilai bahwa Soekarno gagal dalam melakukan upaya pemusatan kekuatan ini sehingga pemerintahannya harus berakhir dengan kacau. Kala itu, Soekarno gagal membangun stabilitas politik guna menjaga pemerintahannya.
Ini menandakan bahwa sang raja kala itu belum memiliki kekuatan yang terpusat sepenuhnya. Alhasil, bukan tidak mungkin, karena hal ini, ikatan antara kraton dan mancanegara bisa terputus karena kekuatan masih tersebar dan tidak terpusat sepenuhnya pada sang raja.
Mulanya, Soekarno melakukan pemusatan serupa untuk menyeimbangkan kekuatan antar-”pusaka” ini. Namun, “pusaka-pusaka” ini justru saling menegasikan kekuatan satu sama lain sehingga menciptakan ketidakstabilan.
Lantas, bagaimana dengan Jokowi? Mungkinkah sang ‘raja Jawa’ satu ini berhasil menjaga stabilitas dalam upaya pemusatan kekuatannya?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, seorang ‘raja Jawa’ akan mengumpulkan “pusaka-pusaka” di kraton untuk menguatkan dirinya. Bila cukup kuat, dirinya akan menjadi pusat di mana para mancanegara akan berusaha menyenangkan sang ‘raja’ agar mendapatkan pembagian kekuasaan dari pusat
Namun, bukan tidak mungkin, kini sang ‘raja Jawa’ mulai kehilangan “pusaka-pusakanya”. Pasalnya, para mancanegara kini terlihat mulai meninggalkan kraton karena tidak mendapatkan perlindungan yang pasti.
Layaknya sistem kerajaan di Asia Tenggara, konsep mandala menjamin mancanegara untuk mendapatkan perlindungan dari sang kraton. Perlindungan ini berfungsi sebagai “jasa” yang diberikan setelah mancanegara memberikan tribut mereka.