Dia menuturkan, pada tahun 2023, berbagai peristiwa yang tidak pernah kejadian, justru terjadi bersamaan.
“Gelombang panas sering kita dengar, tapi tahun lalu kejadiannya bersamaan. Kondisi ini, kata dia, tidak pernah terjadi sebelumnya. Juga bencana banyak terjadi sampai berlanjut ke tahun 2024. Bencana dan kejadian ekstrem merupakan akibat perubahan iklim, sehingga jika ingin pembangunan berketahanan harus menghadapi perubahan iklim,” sebutnya.
Mengacu catatan ilmiah badan panel ahli iklim PBB, IPCC, ada bukti konkret kontribusi manusia yang menimbulkan perubahan iklim. Diantaranya, emisi gas rumah kaca.
Baca Juga:Rapat Pengesahan PKPUI Pilkada 2024 Dipercepat, Komisi II DPR: Percepatan Dilakukan agar Tak Ada PrasangkaPusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus Mpox
“Tahun 2023 yang berlanjut ke tahun ini juga sangat istimewa. Karena kita keseluruhan di bumi saat ini mengalami yang namanya climate shock. Temperatur dari beberapa puluh tahun lalu itu naik secara gradual. Tapi tahun 2023 itu mengalami lonjakan sangat besar,” paparnya.
“Selisih loncatannya sangat besar sekali dan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Apa yang menjadi penyebab lonjakan yang sedemikian signifikan, sampai saat ini belum diketahui. Masih jadi perdebatan para ilmuwan khususnya, kenapa lonjakan tahun 2023 itu sangat signifikan,” ucapnya.
Dia menerangkan, jika pada tahun 2024 penjelasannya agak mudah, biasanya yang disebut sebagai penyebab lonjakan suhu adalah El Nino. El Nino melepaskan panas secara massif dari Samudera Pasifik ke atmosfer, sehingga biasanya setahun setelah El Nino terjadi pemecahan rekor
“Tapi ini adalah tahun El Nino sendiri. El Nino-nya belum jadi, tapi kita sudah mengalami lonjakan temperatur sedemikian massifnya,” ujarnya.
“Ada yang mengatakan ini adalah climate shift, kita sedang mengalami lonjakan iklim yang signifikan. Ada juga yang bilang, kalau Bapak/ Ibu 2 tahun lalu letusan Gunung Tonga, akibat letusan Gunung Tonga sangat eksplosif sekali sehingga uap air terbawa sampai atmosfer lapisan atas. Uap air atau H20 itu sendiri sebenarnya juga gas rumah kaca karena menahan panas di atmosfer. Masih menjadi misteri,” jelasnya.
Diketahui, letusan Gunung Hunga Tonga pada 15 Januari 2022 itu mendorong uap air hingga sejauh kurang lebih 150 km dari permukaan planet, melewati batas ruang yang diterima secara umum pada jarak 100 kilometer