PERWAKILAN tim Advokasi dan Peneliti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Gema Gita Persada, mengatakan tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian kepada jurnalis yang sedang meliput aksi “Kawal Putusan MK” merupakan tindakan penghalangan hak berekspresi dan pembungkaman terhadap pers.
Menurutnya, hal itu merupakan bentuk menghalang-halangan hak atas kebebasan berekspresi bagi pers maupun hak atas informasi bagi publik.
“Yang dilakukan oleh kepolisian akan membungkam apa yang dilakukan oleh pers, sehingga dampak atau implikasi yang lebih besarnya adalah terhambatnya informasi yang transparan dari titik aksi yang harusnya diketahui oleh banyak masyarakat,” kata Gema saat jumpa pers di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jumat (23/8/2024).
Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes
Gema menyebut terdapat 7 orang jurnalis yang mendapatkan kekerasan saat meliput aksi di depan gedung DPR, Kamis (22/8/2024).
“Setidaknya sampai dengan saat ini, KKJ atau Komite Keselamatan Jurnalis telah mendata terdapat 7 jurnalis yang mengalami kekerasan pada saat meliput aksi demonstrasi di gedung DPR pada 22 Agustus 2024,” ujarnya.
Para jurnalis tersebut mendapatkan kekerasan berupa pemukulan dari aparat kepolisian yang sedang berjaga dalam aksi.
“Beberapa di antaranya mengalami pemukulan yang dilakukan oleh anggota kepolisian pada saat teman-teman pers melakukan peliputan, atau merekam kejadian yang bersangkutan dengan brutalitas aparat atau brutalitas yang dilakukan oleh kepolisian sendiri,” ujar Gema.
Namun, Gema mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi terkait ada atau tidaknya jurnalis yang ditangkap oleh kepolisian.
Demonstrasi yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat pada Kamis (22/8/2024) terjadi karena DPR RI hendak merevisi Undang-Undang Pilkada usai keluar putusan MK soal ambang batas syarat pencalonan oleh partai dalam pemilihan kepala daerah dan usia calon kepala daerah.
Usai aksi tersebut, akhirnya DPR memutuskan untuk membatalkan upaya pembangkangan terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban
Selain itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga telah menyatakan akan menyiapkan draf revisi Peraturan KPU (PKPU) mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 tersebut. (*)