RIBUAN masyarakat dari berbagai lintas sektor melakukan aksi demonstrasi akibat dianulirnya dua putusan Mahkamah Konstitusi, yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik serta Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah harus terpenuhi pada saat pendaftaran.
Kelonggaran ambang batas yang dilakukan oleh Badan Legislasi DPR ini memicu eskalasi kemarahan publik hingga menggerakkan aksi di berbagai daerah, salah satunya di Jakarta. Menyikapi situasi tersebut, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak aparat keamanan untuk dapat menjalankan tugasnya dengan tidak menggunakan tindakan represif dan menghormati hak kebebasan berekspresi serta berpendapat masyarakat sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Wakil Koordinator KontraS, Andi Muhammad Rezaldy menegaskan bahwa “kebebasan berpendapat adalah hak fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mengingat Indonesia merupakan negara demokrasi.
Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes
Hak ini telah secara jelas diatur dalam Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Oleh karena itu, aturan ini seharusnya menjadi landasan bagi aparat untuk menghormati setiap ekspresi dan pendapat para demonstran.”
Selain hal tersebut, Andi menegaskan bahwa “Aparat keamanan harus bertindak secara profesional dan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam melaksanakan tugas pengamanan pada hari ini dan seterusnya.
Kepolisian harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan prinsip-prinsip serta standar Hak Asasi Manusia yang telah diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009.” Penekanan ini sangat penting mengingat masih sering terjadi insiden di mana Polri menggunakan tindakan represif dalam menjalankan tugasnya, yang mengakibatkan korban luka-luka, bahkan hingga korban jiwa.
Aksi pada hari ini harus menjadi perhatian khusus, agar tidak mengulang berbagai tindakan represif seperti pada unjuk rasa 21-23 Mei 2019, aksi #ReformasiDikorupsi, dan penolakan Omnibus Law.
Tiga peristiwa itu menunjukkan bahwa Kepolisian sering kali menggunakan tindakan represif serta menggunakan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force) dalam pelaksanaan tugasnya.
Pendekatan persuasif dalam mengamankan massa aksi dengan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 huruf b Perkap Nomor 7 Tahun 2012, penting untuk dijalankan serta menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia..