IM57+ Institute menanggapi tindakan DPR yang secara terburu-buru melakukan pembahasan RUU Pilkada pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, menilai langkah tersebut sebagai bentuk “korupsi legislasi”.
Praswad menyebut pembahasan yang dilakukan secara terburu-buru oleh DPR terkait RUU Pilkada ini merupakan upaya untuk menganulir keputusan MK yang bertujuan memperluas demokrasi dalam pemilihan kepala daerah. Menurut dia, MK bertugas untuk memastikan agar tidak ada undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi. Namun, ketika putusan MK menghambat kerja oligarki, DPR dengan cepat mempercepat proses pembahasan untuk membatalkan putusan tersebut.
Praswad menyebut tindakan ini sangat berbeda ketika Putusan MK menguntungkan kepentingan penguasa yang ada. Misalnya, kata dia, dengan adanya alternatif syarat bagi pencalonan anak presiden. “Ini menunjukkan bahwa selera penguasa menjadi penentu sehingga prinsip-prinsip legislasi tidak lagi sesuai dengan prinsip demokratis sehingga menimbulkan korupsi legislasi,” kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu, 21 Agustus 2024.
Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes
Praswad juga mengajak masyarakat untuk tidak diam terhadap tindakan pembajakan ini. Dia menyebutnya sebagai bagian dari upaya pembajakan nilai-nilai reformasi oleh tatanan oligarki. “IM57+ Institute mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melawan agar kita tidak kehilangan tatanan masyarakat demokratis,” ucap dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materiil UU Pilkada oleh Partai Buruh dan Partai Gelora. Ketua MK Suhartoyo mengatakan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen dari perolehan suara sah partai politik atau 20 persen kursi partai di DPRD.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata dia dalam sidang putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Partai Buruh selaku penggugat menyatakan berdasarkan putusan MK itu, maka syarat pengusulan paslon pilkada oleh partai politik gabungan partai politik tidak lagi menggunakan ketentuan ambang batas kursi DPRD sebesar 20 persen atau suara sah 25 persen. “Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen,” kata Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin, Selasa. (*)