“Kami berharap parpol dapat mengambil langkah-langkah politik, khususnya terkait pilkada, agar lebih berani mengambil langkah yang memenuhi aspirasi masyarakat untuk sirkulasi demokrasi yang lebih sehat dan membuka kesempatan bagi masyarakat memilih pemimpin yang sesuai aspirasinya,” kata Heru.
Dirinya menyebut kabar ini sangat menggembirakan. Karena Heru melihat selama ini ada upaya penguasa untuk memojokkan semisal PDI Perjuangan agar tidak bisa mencalonkan di banyak daerah.
“Dengan ini kami memastikan bisa maju di daerah-daerah yang selama ini dikuasai oligarki tertentu seperti DKI, Jabar, Jatim, Jember, Banten, Papua dan sebagainya,” Heru menegaskan.
Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes
Di sisi lain, ia berharap dengan adanya putusan ini, parpol-parpol selain PDIP mulai membuka opsi untuk mengusung calonnya sendiri tanpa harus mengikuti koalisi besar.
“Parpol-parpol harusnya bisa mencalonkan sendiri, kan hanya 7,5 persen (syarat perolehan suara), jangan mengintil berkoalisi padahal bisa mencalonkan sendiri. Ini saatnya parpol bisa mengusung sendiri kadernya tanpa tergantung koalisi,” tandasnya.
Saat dirinya disinggung maju dalam kontestasi Pilkada 2024. “Kita lihat nanti,” kata alumni UGM 1996 ini.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Tentunya dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, “Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”
Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.
Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban
“Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” tutur Enny dalam persidangan.