“Hal ini akan memudahkan Jokowi dalam mengatur peta politik nasional-daerah untuk mengimbangi kekuasaan presiden terpilih sekaligus mengerdilkan PDI Perjuangan,” katanya.
Meski merasa dipermainkan oleh Jokowi, Deddy menegaskan bahwa PDIP tidak akan menarik kadernya dari kabinet. Dia mengklaim bahwa PDIP menjaga komitmen dan amanat rakyat karena mereka yang memilih Jokowi untuk maju menjadi presiden sejak 2014.
Menurutnya, membantu Jokowi di pemerintahan adalah bagian dari moral dan etis bagi PDIP. Mereka akan tetap bertahan di kabinet kecuali Jokowi yang mengusir kader PDIP dari Istana.
Baca Juga:Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyebaran Penyakit di Eropa Ingatkan Warga Waspada Risiko Virus MpoxKebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 Ludes
“Secara moral dan etis kami merasa berkewajiban berjalan bersama hingga akhir. Satu-satunya yang bisa membatalkan itu adalah jika presiden sendiri yang ingin mengusir kader PDIP dari kabinet,” katanya.
Pengamat Politik, Heru Subagia, mengungkapkan Jokowi adalah politisi yang sangat agresif dan jahil. Gaya kepemimpinannya sangat otoriter dan juga ekspansif. Di akhir masa jabatannya Jokowi tidak segan menunjukkan taringnya dengan melakukan resuffle kabinet.
Keputusan Jokowi ini dianggap perbuatan arogan dan bar-bar. Namun demikan, di lain sisi menyebutkan jika Jokowi sedang dilanda phobia atau ketakutan yang berlimpah. Jokowi sedang stres berat di akhir masa jabatan presiden.
Tindakan dari rasa ketakutan tersebut ditunjukkan Jokowi dengan mempreteli atau membumi- hanguskan lawan politik. Jokowi membuang politisi dari partai yang mengancam dirinya. Mantan walikota Solo ini juga tidak segan-segan melakukan dugaan kudeta partai kecil seperti PSI dan partai besar seperti Golkar. PDI-P bergeser kuasai Golkar karena gagal mengambil alih PDI-P
Heru menegaskan bahwa urusan reshuffle hanyalah urusan elite politik di Jakarta. Tak ada sangkut pautnya dengan hajat hidup masyarakat.
“Ini urusan elite, nggak ada urusannya dengan rakyat,” katanya.
Ia tak memungkiri bahwa reshuffle adalah hak prerogatif Jokowi sebagai presiden, dan dia bebas melakukannya tanpa perlu berkonsultasi dengan pihak manapun.
Meski demikian, reshuffle yang dilakukan di akhir sisa masa jabatan tetap layak dipertanyakan karena masa kerjanya yang terlampau singkat, sehingga dinilai tak ada capaian yang bisa diraih dalam kurun waktu tersebut.