PROGRAM lumbung pangan atau Food Estate akan dilanjutkan di era pemerintahan Prabowo Subianto. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketahanan pangan sudah menjadi salah satu prioritas dari presiden terpilih.
Pada 2025, bendahara negara memaparkan anggaran dialokasikan untuk pangan sebesar Rp 124,4 triliun. Digunakan untuk produksi pertanian, distribusi hingga menjaga stabilitas harga di tingkat konsumen. “Dari sisi produksi akan ada tiga Food Estate di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur,” ujarnya dalam konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jumat, 16 Agustus 2024.
Anggaran termasuk untuk pencetakan sawah baru seluas 250 ribu hektare. Sri Mulyani mengatakan program ini akan mengembangkan kawasan padi, jagung, serta penyediaan infrastruktur seperti bendungan dan jaringan.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Program Food Estate merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Konsep sentra produksi pangan ini dilakukan secara terintegrasi dalam suatu kawasan yang sangat luas.
Food estate sempat menuai kritik karena dianggap sebagai proyek gagal. Manajer Organisasi Walhi Kalimantan Tengah, Tri Oktafiani, mengatakan proyek tersebut bukan alternatif penyediaan pangan yg realistis. “PSN ini berangkatnya dari kekhawatiran Jokowi atas krisis pangan pada era pandemi Covid-2019. Walhi melihat ketakutan ini berlebihan,” ujarnya dalam diskusi Walhi Kamis, 15 Agustus 2024.
Di Kalimantan Tengah, ia mengatakan proyek sudah berjalan sejak 2020 dan terbukti tak berhasil. Lokasi program Food Estate berada di kabupaten Pulang Pisau dan kabupaten Kapuas. Program ini dibangun di area Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan sebagian besar berlokasi di lahan gambut bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) pada tahun 1995.
Ada dua komoditas utama untuk rencana penanaman di sana, yaitu pembuatan sawah untuk padi dengan target seluas 770.000 hektar dan tanah cetak yang digunakan untuk singkong dengan luas 400.000 hektar yang disebut Cadangan Logistik Strategis. “Lahan yang ditanam untuk singkong kemudian mengalami perubahan karena dianggap gagal, setelahnya kemudian digantikan dengan tanaman jagung” ujarnya.
Oktafiani menilai program tersebut tidak menjawab masalah ketahan pangan. “Food Estate justru mendorong rakyat bergabung industri,” ujarnya.