Bagi Jokowi, mengamankan jaminan kekebalan politik mungkin melibatkan negosiasi dengan Prabowo dan elite politik lainnya. Negosiasi ini kemungkinan akan berfokus pada memastikan bahwa Jokowi tidak menjadi sasaran tindakan hukum terkait dengan kebijakan pemerintahannya, terutama di bidang pembangunan infrastruktur, di mana proyek-proyek berskala besar sering mendapat sorotan.
Namun, negosiasi semacam ini secara inheren penuh dengan ketidakpastian. Dan hal ini lagi-lagi akan jadi bagian dari power struggledi antara kedua sosok ini.
Selain itu, saat Jokowi bersiap untuk meninggalkan jabatannya, ia juga berfokus pada konsolidasi pengaruh politiknya untuk tetap relevan dalam politik Indonesia. Salah satu strategi kunci yang ia terapkan adalah meningkatkan kontrolnya atas Golkar, salah satu partai politik terbesar di Indonesia. Isu yang beredar di seputaran pengunduran diri Ketum Golkar Airlangga Hartarto memang berkaitan dengan konsolidasi pengaruh politik Jokowi.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Dengan menyelaraskan dirinya dengan Golkar, Jokowi berusaha meningkatkan posisi tawarnya, memastikan bahwa ia tetap menjadi pemain utama di lanskap politik bahkan setelah meninggalkan kursi kepresidenan.
Strategi ini mencerminkan tren yang lebih luas dalam politik Indonesia, di mana pemimpin yang akan meninggalkan jabatan sering berusaha mempertahankan pengaruh melalui aliansi dengan partai politik. Ilmuwan politik seperti Maurice Duverger telah mencatat bahwa partai politik di banyak demokrasi berfungsi sebagai kendaraan kekuasaan politik pribadi, memungkinkan para pemimpin untuk tetap berpengaruh bahkan setelah masa jabatan resmi mereka berakhir.
Bagi Jokowi, mengendalikan Golkar memberikan platform dari mana ia dapat terus membentuk wacana politik dan keputusan kebijakan. Langkah ini sangat penting karena ia berusaha melindungi warisannya dan memastikan bahwa pencapaiannya tidak dirusak oleh pemerintahan yang akan datang.
Perebutan kekuasaan antara Jokowi dan Prabowo adalah gambaran tantangan yang dihadapi oleh demokrasi yang sedang bertransisi. Ketika Indonesia bersiap untuk babak berikutnya, hubungan antara kedua pemimpin ini akan menjadi penentu utama dalam menentukan stabilitas politik dan arah masa depan negara.
Dalam kacamata netral, agar Indonesia berhasil melewati transisi ini, sangat penting bagi Jokowi dan Prabowo untuk mengadopsi pendekatan yang kooperatif. Jokowi, sebagai presiden yang akan meninggalkan jabatannya, harus berusaha memastikan penyerahan kekuasaan yang lancar sambil mengamankan warisan politik dan keamanannya secara pribadi.