Prabowo memang menjawab bahwa ia akan melanjutkan proyek IKN dan bahkan jika memungkinkan akan mempercepat pengerjaannya. Namun, gambaran tarik menarik kepentingan cukup jelas terlihat dalam momen tersebut.
Secara umum, perebutan kontrol anggaran ini dapat dianalisis melalui perspektif ekonomi politik, di mana keputusan anggaran dilihat sebagai cerminan dari dinamika kekuasaan yang lebih luas. Para ahli seperti Robert Dahl berpendapat bahwa kontrol atas sumber daya ekonomi adalah penentu utama kekuasaan politik.
Dalam kasus ini, pengaruh Jokowi atas anggaran merupakan perpanjangan dari kekuasaan politiknya, bahkan saat ia bersiap untuk meninggalkan jabatannya. Kita tahu bahwa APBN 2025 akan diputuskan oleh pemerintahan Jokowi. Artinya kontrol atas alokasinya masih ada di tangan Jokowi.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Di sisi lain, Prabowo menghadapi tantangan untuk menegaskan otoritasnya atas anggaran yang mungkin tidak sepenuhnya selaras dengan agenda kebijakannya. Situasi ini dapat memicu ketegangan di dalam pemerintahan, karena Prabowo berusaha untuk mengimplementasikan visinya sambil bekerja dalam kerangka anggaran yang ditetapkan oleh pemerintahan Jokowi. Sejauh mana Prabowo dapat menavigasi tantangan ini akan menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan tahun-tahun awal pemerintahannya.
Selain kontrol anggaran, Jokowi juga khawatir dengan keamanan politiknya. Seperti yang sering terjadi pada pemimpin yang akan meninggalkan jabatannya, ada kebutuhan untuk memastikan bahwa dirinya tidak rentan terhadap “balas dendam hukum atau politik” setelah ia meninggalkan jabatannya. Kekhawatiran ini sangat penting di Indonesia, di mana mantan pemimpin sering menghadapi tantangan hukum terkait dengan keputusan yang diambil selama masa kekuasaan mereka.
Upaya Jokowi untuk mengamankan perlindungan politiknya dapat dipahami melalui konsep kekebalan politik, yang sering dicari oleh para pemimpin untuk melindungi diri dari potensi konsekuensi hukum setelah meninggalkan jabatan. Konsep ini telah dijelajahi oleh para ahli seperti Guillermo O’Donnell, yang mencatat bahwa kekebalan politik sering dinegosiasikan selama transisi kekuasaan, terutama dalam kasus di mana pemimpin yang akan meninggalkan jabatan takut akan balas dendam dari elite-elite politik lain yang ter-represi di era kekuasannya.