Periode yang mendekati dan mengikuti transisi ini dipenuhi dengan potensi konflik, terutama dalam isu-isu seperti kewenangan terkait pengelolaan anggaran untuk program-program strategis, keamanan politik bagi Jokowi saat nanti tak menjabat lagi, dan konsolidasi pengaruh politik di level elite.
Meski Jokowi terlihat mempercayakan Prabowo sebagai sosok penerusnya, namun jelas terlihat tak ada yang mau jadi “boneka” di antara keduanya. Prabowo tentu memandang penting dukungan Jokowi, namun tak ingin terjebak dalam relasi tak sejajar yang jauh dari karakternya sebagai pemimpin dengan personalitas yang kuat.
Sementara bagi Jokowi yang bukan elite politik atau ketua partai dan bukan pula elite bisnis atau oligarki, ia tentu tak ingin terjabk dalam kekuasaan Prabowo yang makin dominan ketika nama terakhir resmi menjabat pada Oktober mendatang.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Pertanyaannya tentu saja adalah akan seperti apa keluaran dari ketegangan politik ini?
Salah satu isu yang paling kontroversial dalam perebutan kekuasaan ini adalah pengendalian anggaran nasional. Di Indonesia, pemerintahan yang akan meninggalkan jabatan biasanya memiliki pengaruh besar atas anggaran untuk tahun pertama masa pemerintahan yang baru. Situasi ini menghadirkan tantangan unik bagi Prabowo, yang mungkin menemukan prioritas kebijakannya dibatasi oleh keputusan anggaran yang dibuat oleh pemerintahan Jokowi.
Bagi Jokowi, mengendalikan anggaran 2025 adalah cara untuk memastikan bahwa inisiatif kebijakannya, terutama yang terkait dengan infrastruktur dan kesejahteraan sosial, terus berjalan setelah masa jabatannya berakhir. Namun, langkah ini bisa saja menjadi upaya untuk membatasi otonomi Prabowo, yang berpotensi menciptakan gesekan antara pemerintahan yang akan berakhir dan yang akan datang.
Kita tahu prioritas pembangunan Jokowi seperti Ibu Kota Nusantara adalah bagian dari warisan politiknya. Sementara Prabowo datang dengan program makan siang gratis yang menjadi narasi utama kampanye politiknya saat Pemilu. Dua program ini tentu menyerap porsi APBN yang besar. Dengan demikian, akan ada kontestasi porsi anggaran di antara keduanya.
Sebelumnya memang muncul isu bahwa Prabowo tak akan berfokus lagi pada program pembangunan IKN, dan mengalihkan konsen utamanya pada program makan siang gratis untuk anak sekolah. Hal inilah yang membuat jawaban Prabowo ketika ditanya soal kelanjutan IKN ketika diwawancarai bersama Jokowi punya nilai gambaran soal power struggledi antara kedua tokoh politik itu, apalagi jika melihat dari bahasa tubuh Jokowi.