PEMERINTAH Kota Salatiga melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan menyelenggarakan Festival Literasi (Salatiga LitFest 2024) pada 14 hingga 16 Agustus 2024 bertempat di Gedung Korpri dengan mengusung tema “Literacy for a better future”.
Saat ditemui delik di hari kedua, Sri Sarwanti, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Salatiga mengungkapkan literasi di Salatiga menurut hasil survei tingkat kegemaran membaca mencapai 64 persen.
“Minat baca masyarakat Salatiga tinggi dan bagus karena fasilitas dari pemerintah terpenuhi di area publik dan sudah kita berikan barcode untuk literasi digital. Ada di Alun-alun Pancasila, kita bagi barcode sudah di semua OPD, dan di ruang tunggu rumah sakit,” ungkapnya, Rabu (15/8).
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Menurut Sarwanti untuk lebih meningkatkan minat baca, salah satunya literasi digital juga menyebar ke rumah-rumah. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan saat ini konsentrasi untuk anak usia dini. Oleh karena potensi anak usia dini masih bisa untuk didorong.
“Kalau remaja orang dan dewasa itu sudah susah. Jadi anak-anak harus belajar mulai pegang buku dan membaca. Barcode-nya bisa diakses untuk umum dan gratis. Kita mempunyai program literasi anak usia dini. 3.000 paket kita sebar untuk keluarga yang mempunyai anak di bawah 5 tahun,” pungkasnya.
Literasi digital sangat penting diajarkan pada generasi muda karena penggunaan teknologi yang semakin berkembang saat ini. Lalu, apa yang dimaksud dengan literasi digital?
Literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah informasi atau pengetahuan. Sementara digital adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perangkat elektronik maupun jaringan internet.
Dengan demikian, literasi digital dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengolah informasi yang didapat dari media digital.
Mengolah artinya mengevaluasi informasi secara cermat, lalu menggunakannya dengan sehat dan bijak, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain. Tentunya pemanfaatan informasi tersebut juga harus sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Jauh sebelum adanya teknologi digital, kita akan mengenal istilah literasi media. Literasi media sudah dimulai di Inggris dan Amerika akibat propaganda perang di tahun 1930-an hingga kemunculan iklan di era 1960-an.