“Hal ini menarik dan harusnya menjadi momen yang baik karena pengalamannya saat menjadi Wali Kota. Dua periode tentu bukan waktu yang pendek untuk mengenal luar dalam dapur pemerintah kota. Sehingga ini jadi momen untuk mengoptimalkan fungsi kontrolnya,” pungkasnya.
Tak hanya beberapa poin diatas, momen pelantikan dan penantian menjadi satu dengan jadwal Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) pasca-Pemilu. Hal ini menyebabkan jadwal yang beriringan antara pelantikan DPRD Terpilih hasil Pemilu dengan pendaftaran Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota pada Pilkada.
Hal Ini, diakui dia, mempengaruhi bagi politisi yang ingin mencalonkan Walikota atau wakil tapi sebelumya mengikuti kontestasi pemilu di legislatif atau sebaliknya.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Ada beberapa DPRD terpilih yang dilantik, tapi disisi lain ingin mencalonkan diri menjadi Wali Kota atau Wakil Wali Kota dan sedang menunggu rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai/gabungan partai pengusung.
“Kondisi ini tentu, secara jujur ada setengah hati menjalani pelantikan, karena masih mengharap dapat rekomendasi. Diantara pelantikan dan penantian!” imbuhnya.
Realitas politik ini tentu pemilih yang telah mendukungnyalah yang dibingungkan. Pemilih yang telah menaruh harapan untuk dibawa aspirasinya ke dewan, ternyata pupus jika yang dipilih mendapatkan rekomendasi dan maju menjadi calon Wali Kota atau Wakil Wali Kota.
Ya, kalau ternyata yang dicalonkan terpilih menjadi Wali Kota atau Wakil Wali Kota, ia berkeyakinan masih memiliki harapan minimal aspirasi konstituenya bisa ditampung melalui fungsi eksekutifnya.
“Jika tidak, maka terciderailah rakyat yang telah memilihnya/mendukungnya. Karena jika kalah yang bersangkutan sudah terlanjur mengundurkan diri dari DPRD dan telah diganti oleh orang lain melalui jalur Pengganti Antar Waktu (PAW). Itu artinya dia tidak bisa mewakili aspirasi pemilihnya lagi,” imbuhnya.
Dengan suara terbanyak tidak terpilih, fakta ini satu fenomena menarik untuk periode 2024-2029. Ada kebijakan partai politik, tidak mesti yang mendapatkan suara terbanyak di dapilnya akan secara otomatis terpilih. Ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Dan ini sah-sah saja karena semua tergantung kebijakan internal partai politik sebagai kendaraan para calon legislatif.