Temuan penelitian ini menunjukkan siklus yang mengkhawatirkan. Peningkatan penggunaan tablet pada usia 3,5 tahun dikaitkan dengan ekspresi kemarahan dan frustasi yang lebih sering terjadi setahun kemudian.
Kemudian, ketika anak-anak ini menjadi lebih rentan terhadap ledakan emosi pada usia 4,5 tahun, mereka lebih mungkin diberikan tablet, mungkin sebagai cara untuk mengelola perilaku mereka. Hal ini menciptakan lingkaran umpan balik di mana tablet berkontribusi dan digunakan untuk mengatasi masalah pengaturan emosi.
Bagi para orang tua, hasil ini mungkin terasa seperti dilema digital. Di satu sisi, tablet dapat menjadi alat yang sangat berguna untuk menyediakan konten edukasi bagi anak. Di sisi lain, jika digunakan secara berlebihan, tablet bisa jadi menghambat pertumbuhan emosional anak.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Lantas apa yang harus dilakukan orang tua? Caroline Fitzpatrick menyarankan agar orang tua lebih bijak dalam waktu penggunaan tablet pada anak. Orang tua juga dianjurkan untuk melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang mendorong regulasi emosi, seperti membaca bersama atau olahraga, yang bisa lebih bermanfaat dalam jangka panjang. (*)