KEKHAWATIRAN ilmuwan Jepang terhadap megathrust Nankai saat ini sama persis yang dirasakan dan dialami oleh ilmuwan Indonesia, khususnya terhadap seismic gap megathrust Selat Sunda M8,7 dan megathrust Mentawai-Siberut M8,9.
BMKG menilai rilis gempa di kedua segmen megathrust tersebut dapat dikategorikan tinggal menunggu waktu karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.
Untuk itu BMKG terus memberikan edukasi, pelatihan mitigasi, drill, evakuasi, berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah, instansi terkait, masyarakat, pelaku usaha pariwisata pantai, industri pantai dan infrastruktur kritis pelabuhan dan bandara pantai yang dikemas dalam kegiatan Sekolah Lapang Gempa bumi dan Tsunami (SLG), BMKG Goes To School (BGTS) dan pembentukan masyarakat siaga tsunami (tsunami ready community).
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
“Kami berharap upaya dalam memitigasi bencana gempa bumi dan tsunami tersebut dapat menekan sekecil mungkin risiko dampak bencana yang mungkin terjadi, bahkan hingga dapat menciptakan zero victim,” ujar Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono, dilansir dari Antara, Senin (12/8/2024).
Walau begitu, Daryono memastikan masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena BMKG sudah menyiapkan sistem monitoring, prosesing dan diseminasi informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami yang semakin cepat dan akurat sebagai langkah antisipasi dan mitigasi.
BMKG memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) yang dapat digunakan untuk segera meyebarluaskan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di seluruh Indonesia, termasuk memantau aktivitas gempa dan tsunami di zona Megathrust Nankai Jepang dan sekitarnya secara realtime. (*)