ASOSIASI Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Jika kebijakan itu tetap diberlakukan, pemerintah diminta memberikan insentif agar kenaikan tarif PPN tidak menghambat pertumbuhan ekonomi.
“Harus ada insentif fiskal yang relevan dengan kemampuan daya beli masyarakat dan juga sektor usaha agar terus berjalan dengan baik. Pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5% membutuhkan kebijakan fiskal yang pro dengan pertumbuhan,” ujar Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani dalam keterangan resmi, Senin (12/8/2024).
Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Bank Mandiri menunjukkan kelas menengah mengalami penurunan dari 21,45% pada 2019 menjadi 17,44% pada 2023. Lembaga Penyelidikan Ekonomi Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia juga menyebutkan 8,5 juta penduduk Indonesia turun ke kelas ekonomi yang lebih rendah dalam rentang 2018-2023. Ajib mengatakan, data makro ekonomi menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara signifikan lebih dari 60% ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Pelemahan daya beli masyarakat ini terus dibebani oleh kebijakan fiskal yang kontraproduktif, maka target pemerintah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) yang membuat target pertumbuhan ekonomi cukup agresif, akan menghadapi kendala.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Kenaikan tarif PPN dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 7 disebutkan tarif PPN, yaitu sebesar 11% yang mulai berlaku pada 1 April 2022. Sementara itu, tarif PPN sebesar 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Ajib mengatakan, dari sisi regulasi, sepanjang tidak ada aturan yang membatalkan pasal tersebut, maka pemerintah akan menjalankan kebijakan kenaikan tarif PPN tersebut. Namun, secara empiris, pemerintah bisa menunda pelaksanaan aturan tersebut. Hal tersebut pernah dilakukan pemerintah saat menunda pemungutan pajak karbon, yang seharusnya efektif dimulai 1 April 2022.
“Secara regulasi, pelaksanaan peraturan atau pelaksanaan peraturan, tergantung willingness dan orientasi pemerintah,” katanya.
Ajib menyarankan dua kebijakan yang bisa dilakukan agar bisa menjadi jalan tengah dalam mengantisipasi dampak kenaikan PPN. Pertama, untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, pemerintah bisa menurunkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).