SERANGAN pesawat nirawak atau drone terhadap warga Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menewaskan puluhan orang, termasuk keluarga dengan anak-anak. Beberapa saksi mata mengatakan para korban selamat terpaksa harus mencari di antara tumpukan mayat untuk menemukan dan mengenali kerabat mereka yang tewas atau terluka.
Empat saksi mata, aktivis, dan seorang diplomat menggambarkan serangan pesawat nirawak pada Senin yang menghantam keluarga yang menunggu untuk menyeberangi perbatasan ke negara tetangga Bangladesh.
Seorang perempuan hamil tua dan putrinya yang berusia 2 tahun termasuk di antara korban serangan mematikan terbaru di negara bagian Rakhine itu. Serangan tersebut merupakan yang paling mematikan terhadap warga sipil di wilayah itu dalam beberapa minggu terakhir, di tengah pertempuran antara pasukan junta dan pemberontak.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Tiga saksi mata memberi tahu Reuters pada Jumat bahwa Tentara Arakan adalah pihak yang bertanggung jawab, meskipun kelompok tersebut membantah tuduhan itu. Milisi dan militer Myanmar saling menyalahkan atas insiden tersebut. Reuters belum dapat memverifikasi jumlah korban tewas atau secara independen menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Video yang diposting di media sosial memperlihatkan tumpukan mayat yang berserakan di tanah berlumpur, dengan koper dan ransel yang tersebar di sekitar mereka. Tiga orang yang selamat melaporkan bahwa lebih dari 200 orang tewas, sedangkan seorang saksi mata menyebutkan bahwa ia melihat sedikitnya 70 mayat.
Reuters berhasil mengonfirmasi lokasi video tersebut berada di luar kota pesisir Maungdaw, Myanmar. Namun, Reuters belum dapat memastikan tanggal pengambilan video itu.
Mohammed Eleyas, seorang saksi mata berusia 35 tahun, mengungkapkan bahwa istrinya yang hamil dan putrinya yang berusia 2 tahun terluka dalam serangan tersebut dan kemudian meninggal. Eleyas, yang berdiri bersama mereka di garis pantai saat pesawat tanpa awak mulai menyerang kerumunan, memberikan keterangan tersebut kepada Reuters dari sebuah kamp pengungsi di Bangladesh.
“Saya mendengar suara tembakan yang sangat keras beberapa kali,” katanya. Eleyas menyebutkan bahwa dia tiarap di tanah untuk melindungi dirinya, dan saat dia bangun, dia melihat istri dan putrinya terluka parah serta banyak kerabatnya yang tewas.