POLITIK pecah belah bukan lagi barang batubdalam dunia stategi militer atau politik. Bangsa ini telah bertekuk lutut hampir 350 tahun lamanya akibat kepiawaian Belanda menerapkan politik pecah belah.
Kesuksesan strategis kompeni tersebut ternyata diadopsi oleh para elite politik tanah air. Artinya strateginya penjajah diadopsi oleh politik Pribumi. Jadilah mereka dikatakan sebagai bagian neokolonialisme baru dalam politik kekinian Indonesia.
Mengapa akhirnya elite politik berkelakuan seperti halnya kaum penjajahan di jaman kolonial?
Neokolonialisme Politik
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Bertanya-tanya pada diri sendiri dan rumput yang bergoyang-goyang di depan Istana Presiden. Kembali penjajahan model baru di bumi Pertiwi ini justru diinisiasi oleh orang Pribumi, kumpulan atau komplotan elite partai yang bersekongkol dan tentunya mendapatkan restu serta dukungannya dari para tangan setan yang tak terlihat.
Bukan lagi sebuah hantu tetapi keterlibatan serta pengaruhnya para invisible hands ini sudah bagian kenyataan sudah memasuki tataran dunia politik praktis.
Pada dasarnya pola politik Indonesia sudah sangat kronis dan kritis. Budaya pragmatisme dengan dibarengi oleh feodalisme semakin menunjukkan kualitas demokrasi semakin tenggelam dan menyisakan banyak kepalsuan.
Demokrasi tidak bisa disejajarkan dengan perilaku feodalisme dan pragmatisme. Kedaulatan demokrasi sesungguhnya ada di tangan rakyat bukan hambanya atau kumpulan oligarki.
Mengapa justru sikap anti demokrasi melekat parah di berbagi kelompok atau elite partai? Bukannya instrumental penting dalam demokrasi itu ada dalam sebuah eksistensi dan perwujudannya banyaknya partai politik berdiri dan berkembang?
Anti Demokrasi Di Pilkada
Gejolak politik tanah air dipastikan akan semakin panas dan bergejolak. Kontestasi Pilkada dipastikan menjadi areal sengit persilangan sekaligus perselisihan tajam baik melibatkan masyarakat dan juga partai politik.
Masyarakat secara umum geram dan apriori atas pelaksanaan Pilkada yang bakal di gelar di Bulan November 2024. Mereka telah banyak belajar banyak kejadian fenomenal paska Pilpres 2024.
Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo
Hembusan ketidakpercayaan masyarakat ini menjadi ancaman berbahaya bagi konsolidasi atau persengkokolan politik. Konglomerasi politik bakal dilawan oleh masyarakat.
Gelaran Pilkada menjadi isi sentral perebutan kekuasaan dan hegemoni politik di tingkat lokal. Segala bentuk manuver dan juga operasi politik khusus sudah mulai terjadi.