Gempa bumi yang melanda Kyushu tidak terlalu serius dibandingkan dengan beberapa gempa bumi lebih besar yang pernah dialami Jepang dalam beberapa dekade terakhir.
Dunia masih ingat dengan video dan foto-foto menakutkan ketika gempa bawah laut berkekuatan Magnitudo 9,1 pada 11 Maret 2011 sekitar pukul 14.00 menghantam Kesennuma, di Prefektur Miyagi, yang menunjukkan kekuatan penuh alam.
Hal itu akan terbayang di setiap benak orang-orang di Jepang dan di seluruh dunia ketika muncul berita gempa bumi. Gempa bumi dan tsunami yang diakibatkannya menyebabkan kecelakaan nuklir Fukushima ketika sistem pendingin mati akibat pemadaman listrik dalam waktu lama.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Dampak kecelakaan nuklir Fukushima, yang disebut-sebut setara dengan bencana nuklir Chernobyl pada 1986, ikut dirasakan oleh negara-negara tetangga Jepang.
Gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7,1 pada 8 Agustus lalu jauh lebih kecil dibanding gempa bumi Tohoku pada 2011. Namun hal ini tidak mengesampingkan risiko gempa yang lebih dahsyat.
Sejumlah pakar seismologi Jepang langsung mengadakan pertemuan darurat untuk menganalisa apakah gempa tersebut mempengaruhi Palung Nankai di dekatnya, yang merupakan sumber gempa bumi dahsyat di masa lalu.
Ada potensi 70 hingga 80 persen akan terjadinya gempa berkekuatan Magnitudo 8 atau 9 yang berasal dari Palung Nankai dalam waktu hingga 30 tahun ke depan.
“Jadi dalam gempa berkuatan 7,1 maka gempa itu bisa bergerak sepuluh meter. Ia bisa bergerak beberapa meter dalam satu kejadian karena merupakan akumulasi dari ketegangan selama bertahun-tahun. Jadi, ada hubungan umum antara besarnya gempa bumi – yang merupakan ukuran energinya – dan jumlah slip dan juga jenis panjangnya, dari dimensi bidang yang benar-benar patah,” kata Oppenheimer.
Kesiapsiagaan Warga Jepang Tak Tertandingi
Jepang adalah salah satu negara yang paling rawan gempa bumi di dunia. Bagi banyak orang Jepang, aktivitas seismik adalah ancaman yang sangat nyata yang harus mereka hadapi, namun kesiapsiagaan dan respons mereka tidak ada duanya.
Profesor Oppenheimer ingat saat bekerja di Gunung Aso, tempat pendakian yang populer di kalangan turis dan dekat dengan gempa bumi Kyushu. Ketika sirene peringatan berbunyi, dalam waktu lima menit, semua orang meninggalkan lokasi.