SEKITAR 400 orang telah ditahan oleh polisi terkait kerusuhan di berbagai kota di Inggris. Gelombang kerusuhan ini dipicu oleh xenofobia dan informasi palsu terkait penusukan yang terjadi di Southport pada 29 Juli 2024.
“Saya jamin, Anda akan menyesal telah terlibat dalam kerusuhan ini, baik secara langsung maupun secara daring,” kata Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dalam pidato yang disiarkan televisi, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (6/8/2024).
Keir Starmer menyebut kerusuhan ini sebagai kekerasan ilegal yang terorganisir oleh sebagian kecil warga Inggris. Saat kerusuhan terjadi, hotel-hotel yang menampung pencari suaka dibakar oleh aktivis sayap kanan.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Minggu lalu, selama lokakarya tari dan yoga bertema Taylor Swift di sebuah pusat komunitas di Southport, Inggris, tiga gadis muda ditikam hingga tewas oleh seorang tersangka berusia 17 tahun, Axel Rudakubana. Ia lahir di Cardiff, ibu kota Wales, dan berasal dari keluarga Kristen Rwanda.
Informasi palsu di media sosial menyebut tersangka sebagai imigran Muslim. Unggahan bernama provokasi juga banyak berseliweran di media sosial.
Para pelaku kerusuhan ini vokal dalam menyuarakan kebencian terhadap imigran. Namun, menurut para analis, ada juga xenophobia yang mendasari terhadap komunitas minoritas di Inggris, khususnya Muslim.
Rosa Freedman, seorang profesor di Universitas Reading mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kerusuhan tersebut merupakan hasil keterlibatan pemerintahan konservatif sebelumnya dengan kelompok-kelompok sayap kanan yang “rasis”.
Kerusuhan ini terjadi di berbagai kota. Selain Southport, Rotherham, dan Tamworth, bentrokan juga dilaporkan terjadi di Manchester, Liverpool, Belfast di Irlandia Utara, dan kota-kota lainnya.
Nigel Farage, pemimpin gerakan populis Reform UK yang antiimigrasi dan kini menjadi anggota parlemen, telah memicu ketegangan. Pada Mei 2024 lalu, ia mengatakan umat Muslim tidak memiliki nilai-nilai yang sama dengan Inggris.
“Apa yang Anda lihat di jalan-jalan Hartlepool, London atau Southport tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang mungkin terjadi dalam beberapa minggu ke depan,” kata Farage baru-baru ini.
Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo
Neil Basu, mantan kepala kepolisian antiterorisme Inggris, menuduh Farage tidak bertindak cukup jauh untuk mengutuk kekerasan tersebut.