Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan AS tidak terlibat dalam pembunuhan Haniyeh, dan menegaskan kembali pentingnya gencatan senjata di Gaza di mana Israel berperang melawan Hamas atas serangan dahsyat pada 7 Oktober di negara tersebut yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan 250 orang diculik.
“Ini adalah sesuatu yang tidak kami sadari atau terlibat di dalamnya. Sangat sulit untuk berspekulasi,” kata Blinken dalam wawancara dengan Channel News Asia saat berkunjung ke Singapura.
Siapa Ismail Haniyeh?
Ismail Haniyeh, adalah sosok yang keras dalam diplomasi internasional kelompok Palestina ketika perang berkobar di Gaza, di mana tiga putranya syahid dalam serangan udara Israel. Namun terlepas dari retorikanya, ia dipandang oleh banyak diplomat sebagai seorang yang moderat dibandingkan dengan anggota kelompok garis keras yang didukung Iran di Gaza.
Baca Juga:Kebakaran Kompleks Pertokoan Eks Hasil Pasar Raya 1 Salatiga Diduga Korsleting, 4 Kios di Blok A24-A27 LudesBPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan Nilainya
Ditunjuk sebagai pejabat tinggi Hamas pada 2017, Haniyeh berpindah-pindah antara Turki dan ibu kota Qatar, Doha, menghindari pembatasan perjalanan di Jalur Gaza yang diblokade dan memungkinkan dia untuk bertindak sebagai negosiator dalam perundingan gencatan senjata atau untuk berbicara dengan sekutu Hamas, Iran.
Pada bulan Mei, kantor kejaksaan Mahkamah Pidana Internasional meminta surat perintah penangkapan terhadap tiga pemimpin Hamas, termasuk Haniyeh, serta Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas tuduhan kejahatan perang. Para pemimpin Israel dan Palestina telah menampik tuduhan tersebut.
Piagam pendirian Hamas pada 1988 menyerukan penghancuran Israel, meskipun para pemimpin Hamas kadang-kadang menawarkan gencatan senjata jangka panjang dengan Israel sebagai imbalan atas berdirinya negara Palestina di seluruh wilayah Palestina yang diduduki Israel dalam perang tahun 1967. Israel menganggap ini sebagai tipu muslihat.
Hamas juga mengirim pelaku bom bunuh diri ke Israel pada tahun 1990-an dan 2000-an. Pada tahun 2012, ketika ditanya oleh Reuters apakah Hamas telah meninggalkan perjuangan bersenjata, Haniyeh menjawab “tentu saja tidak” dan mengatakan perlawanan akan terus berlanjut “dalam segala bentuk – perlawanan rakyat, perlawanan politik, diplomatik dan militer”.
Tiga putra Haniyeh – Hazem, Amir dan Mohammad – syahid pada 10 April ketika serangan udara Israel menghantam mobil yang mereka kendarai, kata Hamas. Haniyeh juga kehilangan empat cucunya, tiga perempuan dan satu laki-laki, dalam serangan itu, kata Hamas.