“Seharusnya hakim mempertimbangkan fakta-fakta dan alat bukti bahwa korban meninggal, karena ada hubungannya dengan perbuatan terdakwa sebagai pelaku. Bahkan ada rekaman percek-cokan antara korban dan pelaku, dan bukti CCTV, yang menggambarkan bahwa korban dilindas (mobil oleh Ronald Tannur),” ujar Harli menambahkan.
Alih-alih menjadikan bukti dari rangkaian peristiwa itu sebagai penguat pertimbangan dalam hakim menjatuhkan vonis bersalah terhadap Ronald Tannur sebagai terdakwa. Para ‘Wakil Tuhan’ itu, kata Harli, dalam putusannya malah meyakinkan korban Dini Sera hilang nyawa karena pengaruh alkohol.
“Hakim menyebutkan bahwa matinya, atau meninggalnya korban itu lebih didasari karena pengaruh alkohol. Sementara ada hasil visum et repertum yang menjelaskan sangat kuat bahwa ada luka-luka yang dialami oleh korban. Seharusnya hakim melihat semua ini secara menyeluruh sebagai satu rangkaian pembuktian yang utuh,” ujar Harli.
Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban
Dia menilai, jika putusan bebas majelis hakim terhadap Ronald Tannur tersebut dibiarkan, lalu siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas hilangnya nyawa korban Dini Sera? Padahal, matinya perempuan 29 tahun tersebut sudah dibuktikan oleh JPU melalui petunjuk ilmiah sejak terjadinya cekcok, sampai perkelahian di dalam lift.
Pun pada akhir rekaman Ronald Tannur terlihat melindas tubuh Dini Sera. Fakta itu juga dikuatkan dengan visum yang memastikan Dini Sera hilang nyawa akibat luka-luka di sekujur tubuhnya.
“Apakah bisa kita menerima putusan pengadilan yang menyatakan orang tersebut meninggal karena pengaruh alkohol, atau karena tidak ada saksi yang melihat langsung matinya orang tersebut? Sementara ada bukti-bukti petunjuk yang sangat kuat yang bisa membuktikan bahwa terdakwanya itu melakukan kekerasan, dan penganiayaan sebelum korban ditemukan meninggal dunia,” kata Harli.
“Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas matinya orang itu?” ujar Harli. Dia menyentil pertimbangan majelis hakim yang membebaskan Ronald Tannur, yang dominan menjadikan penyangkalan terdakwa di persidangan atas terjadinya pembunuhan dengan cara kekerasan dan penganiayaan.
“Keterangan terdakwa menyangkal itu, boleh saja didengarkan. Karena memang seperti itulah seorang terdakwa (menyangkal). Tetapi, hakim kan punya kewenangan untuk menggali semua hal, termasuk mengambil bukti-bukti petunjuk yang memperkuat sehingga terdakwa dapat dihukum,” kata Harli.