KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan modus yang digunakan pihak rumah sakit dalam kasus fraud klaim tagihan fiktif ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pihak rumah sakit diduga mengumpulkan data pasien melalui bakti sosial.
“Mereka mengumpulkan dokumen pasien seperti KTP, KK, kartu BPJS melalui bakti sosial kerja sama dengan kepala desa. Canggih kan?” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu, (24/7/2024).
Pahala mengatakan praktik pengumpulan dokumen pasien ini membuktikan bahwa fraud yang terjadi memang dilakukan secara sistematis. Dia mengatakan setelah dokumen tersebut dipegang, rumah sakit lantas menggunakan dokumen itu untuk mengklaim tagihan ke BPJS Kesehatan. Padahal, para peserta tersebut tidak berobat.
Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban
Selain menyiapkan dokumen pasien fiktif, Pahala mengatakan pihak rumah sakit juga menyiapkan surat eligibilitas peserta yang lengkap dengan tanda tangan dokter. Padahal, kata Pahala, dokter yang meneken surat itu sudah tidak bekerja pada rumah sakit yang dimaksud.
“Jadi ini emang komplotan bener,” kata dia.
Sebelumnya, KPK bersama Kemenkes, BPJS Kesehatan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengumumkan telah menemukan dugaan tagihan fiktif yang dilakukan 3 rumah sakit. Tagihan fiktif itu dilakukan dengan modus phantom billing.
Dua rumah sakit yang diduga melakukan tagihan fiktif itu berlokasi di Sumatera Utara. Satu rumah sakit lainnya ada di Jawa Tengah. Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan Rp 34 miliar.
KPK menyatakan akan membawa kasus ini ke ranah pidana. Sementara itu, Kemenkes menyiapkan sanksi pencabutan izin RS hingga sanksi untuk dokter yang diduga terlibat. (*)