PENELITI Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan adanya peradaban megalitik (sekitar tahun 2500-200 sebelum masehi) yang religius dari nenek moyang yang tinggal di sekitar Gunung Slamet, Jawa Tengah.
“Kehidupan masyarakat megalitik dilatari oleh kepercayaan terhadap kekuatan supranatural. Mereka menganggap bahwa ada kekuatan di luar dirinya yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia di dunia,” kata Peneliti Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN Priyatno Hadi dalam seminar tentang Rekam Jejak Manusia dan Budaya Austronesia di Nusantara yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Hadi memaparkan hal tersebut dibuktikan dengan adanya semacam pola dari situs megalitik yang merupakan susunan batu-batu besar, yang ditemukan di wilayah Gunung Slamet.
Baca Juga:BPS Catat Indonesia Masih Impor dari Israel Juni 2024, Berikut Data Jenis Barang dan Perkembangan NilainyaDemonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah Korban
Ia menyebutkan, pola penempatan situs megalitik di lereng Gunung Slamet berada pada lereng bawah (low land) dan lereng tengah (middle land).
Meskipun situs megalitik tidak diletakkan di puncak, menurut Hadi pada zaman tersebut bangunan pemujaan cukup diletakkan dengan mengarahkan orientasi ke puncak gunung.
“Penempatan lokasi situs ini membuktikan bahwa kebutuhan spiritualitas mereka telah terpenuhi dengan mendirikan bangunan pemujaan di lokasi tersebut,” ujarnya.
Di samping itu, papar Hadi, ditemukannya 70 situs megalitik yang berada di kawasan Gunung Slamet menjadi bukti bahwa kebudayaan megalitik telah berkembang luas dan dianut oleh masyarakat yang bermukim di lokasi tersebut pada zaman itu.
Kemudian, sambungnya, masyarakat setempat pada zaman itu juga memisahkan lokasi tempat tinggal dan tempat pemujaan, yang ditandai dengan ditemukannya menhir pada situs-situs megalitik di Gunung Slamet yang berjumlah 231 buah, yang terbagi menjadi tiga kelompok, yakni menhir yang terletak di situs penguburan, situs pemujaan, dan di lingkungan pemukiman penduduk.
Selanjutnya, ucap Hadi, hasil analisis lingkungan pola penempatan situs-situs megalitik di Gunung Slamet yang terbatas pada lereng bawah (low land) dan lereng tengah (middle land) semakin meyakinkan adanya temuan tersebut.
“Masyarakat megalitik adalah masyarakat agraris, sehingga pemilihan lahan dipilih pada lokasi yang cocok untuk pertanian. Hal ini sangat sesuai dengan subsistensi masyarakat megalitik yaitu bertanam. Lingkungan gunung yang menyediakan sumber daya tanam/pertanian terbatas pada lereng bagian bawah atau lereng bagian tengah,” tutur Priyatno Hadi. (*)