Selain menjalin hubungan diam-diam dengan Israel, pemerintahan Soeharto juga mencabut larangan pemberian visa perjalanan warga Indonesia ke Israel. Soeharto memang menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi untuk mengelabui dukungannya kepada Palestina. Pada 1972, Menteri Luar Negri Adam Malik diutus ke beberapa negara di Timur Tengah buat meyakinkan para pemimpin Arab tentang sikap Indonesia terhadap Organisasi Pembebasan Palestina, lembaga politik resmi bangsa Arab-Palestina pimpinan Yasser Arafat, buat buka kantor perwakilan di Jakarta.
“Pada 1982, Indonesia menguak telah melakukan kesepakatan (dengan Israel) melalui pihak ketiga, AS tak disebut jadi pihak ketiga itu namun tersirat dugaan ke arah sana,” tulis Greg Barton and Colin Rubenstein dalam jurnal Jewish Political Studies Review (2005).
Soeharto malu-malu mengakui hubungan dengan Israel. Pada Oktober 1993, diam-diam Soeharto melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Yitzhak Rabin di kediamannya, Cendana, Jakarta Pusat. Pertemuan itu diatur 10 hari sebelum Rabin datang ke Indonesia. Rabin mendesak Soeharto setelah AS mencoba menghentikan pasokan senjata buat Indonesia. Muaranya karena kegagalan amandemen dari Senator Russ Feingold di DPR AS tentang penghentian penjualan senjata AS ke Indonesia akibat lobi Yahudi.
Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo
Perdana Menteri Rabin kembali bertemu Soeharto dalam acara 50 tahun Perserikatan Bangsa-Bangsa. Keduanya sepakat membina lebih jauh hubungan diplomatik, dimulai dari perdagangan.
Setelah pemerintahan Soeharto tumbang, hubungan Indonesia dengan Tel Aviv sempat tak terdengar. Kabar itu kembali datang ketika mendiang Presiden Abdurrahman Wahid berkuasa. Gus Dur secara terang-terangan menyatakan akan membuka hubungan dengan Israel. Di era pemerintahannya yang singkat, surat larangan dagang dengan Israel dicabut pada 1 Februari 2000.
Hubungan kembali mesra ketika Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa. Setidaknya, di era Yudhoyono, hubungan dagang Indonesia dan Israel mencapai puncak. Pada 2008, total ekspor Indonesia ke Israel mencapai 800 Juta dolar AS, sementara nilai ekspor Israel ke Indonesia 100 juta dolar AS.
Di era Yudhoyono pula kabar lobi Israel sempat ramai di media massa. Asalnya, pertemuan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dengan Menlu Israel Silvan Shalom di New York. Ia terendus media, dan lantas bikin ramai pemberitaan. Ada spekulasi bahwa Israel telah mengirimkan proposal. Menlu Wirajuda segera membantah tudingan itu.