Langkah ini sering diambil untuk mempertahankan citra partai dan melindungi kader dari dampak negatif yang bisa merusak reputasi dan kepercayaan publik.
Tudingan adanya nuansa politis yang menyelubungi kasus hukum terhadap kader PDI Perjuangan tidak bisa dilepaskan dari upaya tak langsung PDI Perjuangan untuk membuat benak publik mempertanyakan ulang mengenai motif di balik langkah KPK dan aparat penegak hukum lain.
Dengan demikian, PDI Perjuangan berusaha untuk mempengaruhi opini publik bahwa tindakan hukum tersebut bukan murni berdasarkan bukti dan hukum, melainkan ada agenda politik tersembunyi di baliknya.
Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo
Secara sederhana, tujuan utama dari denial politik ini adalah untuk menjaga stabilitas dan solidaritas internal partai. Dengan menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap kader mereka bermuatan politis, PDI Perjuangan pun kiranya berusaha untuk menyatukan barisan dan memperkuat dukungan internal.
Denial politik juga berfungsi untuk mengalihkan perhatian dari isu utama, yaitu dugaan korupsi, dan mengubah narasi menjadi pertarungan politik. Ini memberikan ruang bagi partai untuk memobilisasi dukungan dari para pendukungnya yang mungkin merasa bahwa partai mereka sedang diserang oleh kekuatan politik lain.
Selain itu, denial politik bertujuan untuk melindungi reputasi partai di mata publik. Dengan mempertanyakan motif di balik penetapan tersangka, PDI Perjuangan berusaha untuk menjaga kepercayaan publik terhadap integritas partai.
Ini sangat penting terutama menjelang dan pasca pemilu, di mana citra dan kepercayaan publik terhadap partai politik sangat menentukan perolehan suara dan keberlangsungan partai ke depan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa kesan bahwa kader PDI Perjuangan menjadi target hukum bukan berarti bahwa semua tuduhan dan penetapan tersangka terhadap kader mereka adalah tidak berdasar. Sistem hukum di Indonesia, meskipun seringkali dipolitisasi, tetap memiliki mekanisme dan prosedur yang harus dihormati.
Maka dari itu, penetapan tersangka terhadap Hevearita Gunaryanti Rahayu harus dilihat sebagai bagian dari proses hukum yang berjalan, dan bukan semata-mata sebagai hasil dari pertarungan politik.
Secara normatif, hukum seharusnya memang dipandang terpisah dari dinamika politik. Dalam sistem demokrasi yang ideal, hukum adalah alat untuk mencapai keadilan, bukan alat politik.