ANGGOTA Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Budisatrio Djiwandono, mengatakan bahwa berkembangnya isu soal anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp7.500 per porsi adalah hal yang spekulatif.
Menurutnya, Tim Sinkronisasi perlu memberi kejelasan mengenai isu tersebut demi menghadirkan fakta-fakta yang sebenarnya agar informasi yang berkembang ke depannya lebih berimbang.
“Yang diberitakan diturunkan menjadi Rp7.500, mungkin ini adalah pernyataan-pernyataan yang sifatnya masih spekulatif,” kata Budisatrio di Media Center Prabowo-Gibran, Jakarta, Jumat.
Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo
Dia mengakui bahwa akhir-akhir ini ada pernyataan dari berbagai pihak mengenai anggaran makan bergizi gratis itu.
Sementara itu, anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran Bidang Komunikasi Hasan Nasbi mengatakan sejauh ini pihaknya masih melakukan riset tentang program makan bergizi gratis tersebut sehingga belum ada keputusan mengenai anggaran per porsinya. Menurut ia, program tersebut akan berpatokan pada dua perintah Presiden terpilih Pemilu 2024 Prabowo Subianto, yakni harus memenuhi standar kecukupan gizi dan mengoptimalkan jumlah penerima programnya. Maka dari itu, Gugus Tugas Sinkronisasi masih mencari formula terbaik untuk menyelenggarakan program tersebut ketika Prabowo sudah duduk memimpin pemerintahan mendatang. “Jadi, kalau proses risetnya berjalan pasti belum ada kesimpulan, termasuk kesimpulan soal harga,” kata Hasan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa anggaran Rp7.500 per porsi untuk makan bergizi gratis sudah cukup. “Saya kira untuk daerah tertentu Rp7.500 sudah sangat besar itu,” kata Muhadjir Effendy di Jakarta, Kamis (18/7). Menurut Muhadjir, kebijakan mengenai anggaran makan bergizi gratis yang turun menjadi Rp7.500 per porsi ini masih digodok.
Dia mengatakan nominal tersebut tidak dapat disebut terlalu kecil untuk semua daerah karena harga jual bahan makanan dan tingkat kemahalan di setiap daerah berbeda-beda. (*)