“Sehingga berdasarkan definisinya dapat disimpulkan syarat rehabilitasi yaitu: rehabilitasi hanya diberikan kepada seseorang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka atau terdakwa yang telah mengalami kondisi ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena adanya kekeliruan mengenai orang (error in persona) atau kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan,” jelasnya.
“Mencermati langkah hukum Saka Tatal dalam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk memulihkan nama baiknya yang didasarkan dari adanya Putusan Praperadilan yang mengabulkan permohonan Praperadilan Pegi Setiawan sehingga membebaskan Pegi Setiawan dari status tersangka adalah menurut hemat kami kurang tepat,” ungkap Tjandra.
Menurutnya, hal ini dikarenakan Saka Tatal telah selesai menjalani masa hukuman sebagai seorang Terpidana. Tidak bisa mengajukan permohonan rehabilitasi nama baik didasarkan rujukan putusan Praperadilan orang lain. Seharusnya upaya hukum yang dilakukan adalah ketika Saka Tatal dalam status Tersangka atau Terdakwa yang masih menjalani masa hukuman dengan mengajukan permohonan Praperadilan. Dasar rujukan hasil Praperadilan inilah yang dapat dipakai dasar untuk mengajukan Rehabilitasi nama baik dan ganti kerugian kepada negara.
Baca Juga:Demonstrasi Besar Mahasiswa di Bangladesh Berujung Kerusuhan, Ini Penyebab dan Jumlah KorbanKomnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo
“Saka Tatal yang sudah menjalani masa hukuman dan sudah bebas dan sekarang mengajukan permohonan PK (Peninjauan Kembali) sebenarnya akan menjadi bumerang sendiri. Karena semisal ketika permohonan PK dikabulkan maka Saka Tatal akan bisa dikenakan pasal Pencemaran nama baik pasal 27 ayat 3 UU ITE jucto pasal 30 ayat 1 KUHPid dan pasal Penyiaran kabar bohong pasal Pasal 263 dan Pasal 264 UU 1/2023. Karena polisi akan mengungkapkan bahwa Saka Tatal cenderung berbohong saat diperiksa dan dimintain keterangan,” papar Tjandra.
Lebih lanjut, ia menjelaskan upaya hukum Saka Tatal dalam memperoleh pemulihan nama baik sejauh ini Undang-undang tidak menjelaskan Rehabilitasi pemulihan nama baik seseorang ketika seseorang telah menjalani masa hukuman (sudah selesai) dan sudah bebas. Fakta dalam perkara Saka Tatal terjadi, ketika seseorang sudah dinyatakan bersalah melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan telah selesai menjalani hukuman. Namun dalam perjalanan waktu ternyata terdapat bukti baru yang tidak sesuai dengan fakta hukum sebenarnya yang kemudian dimintakan Rehabilitasi pemulihan nama baik maka akan sangat kesulitan dipakai aturan baik KUHAP ataupun SEMA 11 tahun 1985 yang ada. Aturan yang ada hanya membatasi rehabilitasi nama baik dimungkinkan dalam proses hukum pemeriksaan di tingkat kepolisiaan sampai dengan proses hukum di persidangan ketika seseorang sebagai Terdakwa.