TIM penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola komoditi emas tahun 2010 sampai dengan 2021.
Penetapan tujuh tersangka itu dilakukan setelah tim penyidik memeriksa tujuh saksi pada Kamis (18/7/2024). Hingga saat ini, tim penyidik telah memeriksa 89 saksi terkait kasus tersebut.
Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, tim penyidik menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kapasitas sebagai pelanggan jasa manufaktur Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk.
Berikut tujuh tersangka yang ditetapkan hari ini:
Baca Juga:Komnas HAM Terjun Langsung Tangani Kasus Kematian Wartawan TribrataTV di Karo4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai Jebol
1. LE periode 2010-2021.2. SL periode 2010-2014.3. SJ periode 2010-2021.4. JT periode 2010-2017.5. GAR periode 2012-2017.6. DT periode 2010-2014.7. HKT periode 2010-2017.
Setelah pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, tim penyidik menahan tersangka SL dan GAR selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
“Sedangkan tersangka LE, SJ, JT, dan HKT, dilakukan penahanan kota dengan alasan sakit sebagaimana hasil pemeriksaan dokter,” kata Kapala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar seperti dikutip dari siaran pers Kejagung.
Berikut adalah kasus posisi perkara ini:
Kejagung menjelaskan, dalam kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2021, tersangka LE, SL, SJ, JT, HKT, GAR, dan DT, masing-masing selaku pelanggan jasa manufaktur UBPPLM PT Antam Tbk telah secara melawan hukum melakukan persekongkolan dengan para General Manager UBPP LM yang telah dilakukan penahanan sebelumnya untuk menyalahgunakan jasa manufaktur yang diselenggarakan oleh UBPPLM.
“Sehingga para tersangka tidak hanya menggunakan jasa manufaktur untuk kegiatan pemurnian, peleburan dan pencetakan, melainkan juga untuk melekatkan merek LM Antam tanpa didahului dengan kerja sama dan membayar kewajiban kepada PT Antam Tbk, agar meningkatkan nilai jual LM milik para tersangka,” demikian penjelasan Kejagung.
“Di mana para tersangka mengetahui dan menyadari bahwa hal tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, karena LM Antam merupakan merek dagang milik PT Antam yang memiliki nilai ekonomis.”