George baru dibebaskan tahun 1945 usai Jepang kalah perang. Ia lalu berdinas di ML KNIL. Sementara, Boediardjo sudah bergabung dengan tentara ‘Kiblik’ dan kemudian menjadi kapten di Angkatan Udara Republik Indonesia (kini TNI AU). Namun, George berubah pikiran.
”Rupanya Mas Cok sendiri waktu berniat desersi dari ML, dan menggabungkan diri dengan TNI,” aku Boediardjo.
George memang akhirnya menyeberang ke pihak RI. Dengan menebeng kereta api dia tiba di wilayah republik dan diterima. Setelah bergabung dengan Angkatan Udara, ia diberi pangkat Opsir Moeda Oedara Satoe (setara letnan satu).
Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum
Buku Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950 (2005: 67) menyebut George pernah menjadi kepala bagian penerbangan sipil. George juga pernah menjadi kepala Biro Aero Club, sebuah organisasi yang mewadahi orang-orang yang punya minat ada dunia penerbangan.
Pada 1958, George keluar dari AURI dengan pangkat terakhir mayor udara. Sementara saudara jauhnya, Boediardjo, terus berkarir di AURI hingga berpangkat bintang dua dan menjadi dan menteri penerangan di masa Orde Baru.
George lalu jadi pengusaha. Bersama Ibnu Soetowo, direktur Perusahaan Minyak Nasional (kini Pertamina), dia menjadi importir pesawat. Mereka mendatangkan 5 unit pesawat Aero- commander dari Amerika. George Reuneker meninggal dunia pada 30 Januari 1974. Salah satu anak George, yakni Frank Delano Reuneker, juga terjun ke bisnis penerbangan. Frank adalah pendiri Airfast, sebuah perusahaan penerbangan yang jaya di era 1980-1990-an. (*)