Lebih disayangkan lagi, lanjut Tjandra, penegakan hukum dan perlindungan cagar budaya di Indonesia masih lemah, terbukti dengan masih banyaknya bangunan-bangunan cagar budaya yang tidak dilindungi atau dirawat.
“Bangunan cagar budaya dan bernilai sejarah itu padahal banyak manfaatnya baik dalam keilmuan, keindahan, sejarah, budaya maupun masyarakat itu sendiri, keberadaan ini semestinya harus diselamatkan untuk generasi mendatang,” pungkasnya.
Diketahui, mantan Menteri Penerangan Boediardjo mengenal dekat keluarga Reuneker sedari remaja. Menurutnya, Johan Reuneker yang biasa disapa Romo Reuneker merupakan pecinta budaya Jawa. Saking cintanya, dia sampai mendirikan dan menjalankan kelompok sandiwara wayang orang yang cukup dikenal, Sri Koentjoro.
Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum
Koran De Locomotief edisi 13 Maret 1952 menyebut Johan Reuneker berusia 80 tahun ketika tutup usia di tahun 1952 dan pemakamannya pada Senin sore 10 Maret 1952 dihadiri banyak orang. Sebelum tutup usia, dia termasuk warga tertua Salatiga. Selain itu, sebelum tutup usia dia menjadi warga negara Indonesia dengan nama keluarga Kusumaatmadja.
Dengan Siti Amanah istrinya, Johan Reuneker punya banyak anak. Salah satunya George Reuneker yang tentu punya wajah Indo. Menurut Marsekal Madya Boediardjo dalam Siapa Sudi Saya Dongengi, George yang biasa dipanggil Cok pandai menari. Sebab, Siti ibunda George masih terhitung saudara jauhnya.
Waktu Perang Dunia II meletus, George terkena wajib militer di bawah Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Boediardjo sudah duluan di KNIL sebagai petugas radio pada bagian penerbangan Militaire Luchvaart (ML) setelah gagal jadi pilot. Waktu Boediardjo dan George sama-sama berada di Cimahi mengajari Boediardjo tari Jawa.
Setelah KNIL kalah pada 1942, George jadi tawanan perang. Menurut kartu tawanan perang atas nama dirinya yang tersimpan di arsip nasional Belanda, George kelahiran 19 Januari 1917 dan berpangkat prajurit milisi zeni kelas dua dengan nomor stamboek 107917. Jabatan George adalah montir radio. Ketika tertangkap, George sedang bertugas di Magelang. George lalu ditawan di sebuah kamp tawanan Jepang di Pulau Jawa.
Sementara, istri George waktu jadi tawanan berada di daerah Krajan Dua, Salatiga, yang dilintasi Jalan Pattimura. Di sana, Johan Reuneker kata koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië edisi 23 Agustus 1924 memiliki sebuah tanah di sana.