INI adalah kisah tentang Buya Hamka dan tetangganya pada sekitar tahun 50-an. Salah satu kisah terbaik yang sering Buya Hamka ceritakan adalah tentang sosok Tuan Reuneker, pria Katolik taat asal Salatiga.
Yusuf Maulana, Penulis Buku “Buya Hamka: Ulama Umat Teladan Rakyat” menceritakan Juni 1956, Hamka resmi menempati rumah barunya di Kebayoran Baru, kawasan di pinggir Jakarta pada masa itu. Dari enam rumah yang ada di Jalan Raden Patah III, hanya dua rumah yang seluruh penghuninya Muslim, salah satunya keluarga Hamka. Sepuluh tahun lewat, rumah jiran seagamanya itu dikontrakkan kepada orang asing. Satu rumah lagi sebenarnya ada yang berpenghuni Islam, tapi tinggal bersama-sama dengan pemeluk agama lain.
Walau terbilang minoritas di lingkungan rumahnya, Hamka tak surut bergerak menyebarkan keyakinannya: Islam. Targetnya tentu saja bukan kepada pemeluk agama lain di kanan-kiri rumah. Lewat pelbagai majelis yang dipusatkan di sebuah masjid jami’ yang berada di sebelah utara kediaman Hamka, kawasan di Kebayoran Baru tersebut berubah menjadi “hijau”, sedangkan masjid itu kelak dikenal luas sebagai: Masjid Al Azhar.
Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum
Tak banyak yang tahu bahwa orang-orang awal dan terdekat di rumah Hamka adalah kalangan bukan Islam. Tak ada permasalahan dengan berbedanya keyakinan di antara semua penghuni di Jalan Raden Patah III. Sebaliknya, mereka bahu-membahu dan tolong-menolong sebagai sesama umat manusia.
Saban bepergian jauh, semisal melawat ke luar negeri, Hamka akan berpamitan dengan semua jirannya tanpa terkecuali. Ia juga akan meminta bantuan mereka untuk turut mengawasi anak-anaknya. Terutama rumah di sampingnya persis yang dinomori angka 3.
Enam rumah penghuni awal itu dinomori dengan angka ganjil: 1,3, 5, 7, 9, dan 11. Hamka menempati nomor 1. Rumah nomor 3 milik keluarga Tionghoa asal Semarang, dan penghuninya merupakan pemeluk taat Katolik, terutama sang nyonya rumah. Hal jamak bila pastor sering mendatangi rumah ini.
Yang juga acap dimintai bantuan, sehubungan dengan kesibukan Hamka bepergian ke mana-mana memenuhi undangan dakwah, adalah rumah di sebelahnya lagi. Lagi-lagi pemeluk Katolik. George Reuneker nama kepala keluarga ini. Ia seorang Indo-Belanda asal Salatiga. Setiap Hamka meminta bantuannya, terutama untuk menitipkan anak-anak, Reuneker sangat antusias. Tidak ada basa-basi, sementara Hamka pun tak menghadirkan sangkaan buruk padanya.