Ia menganggap peristiwa kunjungan kontroversial tokoh-tokoh Indonesia ke Israel akan selalu berulang. Sebelum 5 tokoh NU ini, ada KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya (Ketua Umum PBNU saat ini) yang juga mengunjungi Israel. Saat itu, Gus Yahya dalam kegiatan yang digelar American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerusalem menuai polemik. Tidak sedikit yang menyayangkan, namun banyak pula yang mendukung sebab bagian dari upaya diplomasi damai untuk meredam konflik Palestina dan Israel.
Ada juga 3 petinggi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terbang ke Israel, dan melakukan pertemuan di sana — termasuk diantaranya tokoh NU, KH Marsudi Syuhud. Beberapa wartawan dari media ternama di Indonesia juga pernah diundang ke Israel. “Tujuan dari serangkaian pertemuan itu, saya punya keyakinan adalah untuk menggagas solusi kemanusiaan dari konflik yang telah lama berlangsung diantara Israel dan Palestina,” jelasnya.
Dalam konteks itu, Heru melihat bahwa murid-murid Gus Dur ini melanjutkan visi dan idealisme yang telah dikembangkan Gus Dur tentang keberlangsungan kehidupan manusia jangka panjang. “Gus Dur bukan tidak tahu bagaimana penderitaan rakyat Palestina. Ia paham benar konflik yang terjadi di sana. Justru karena itu, pada saat ia menjadi presiden, Gus Dur mewacanakan membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Gagasan Gus Dur sederhana, Indonesia tidak mungkin bisa berperan dalam kemanusiaan perdamaian Palestina dan Israel jika tidak menjalin hubungan diplomatik dengan keduanya,” paparnya.
Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum
Menurut Heru, sejak Soft-Launching Yayasan Rahim: The Ibrahim Heritage Study Center For Peace diluncurkan ibarat bola salju yang membawa cita-cita bersama, di mana penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan perdamaian dunia akan selalu terpelihara.
“Hambatan terbesar dari perwujudan perdamaian adalah tindak kekerasan yang terus berlanjut. Diperlukan berbagai upaya dalam membangun dialog yang konstruktif dan solutif. Apa yang dilakukan kawan-kawan di Yayasan Rahim ini membangun jembatan komunikasi melalui dialog konstruktif sebagai penghormatan kemanusiaan,” ujarnya.
Perdamaian terlalu sering dipahami sebagai sebuah entitas statis, lanjut Heru, yang dicapai melalui jabat tangan metaforis. Tidak ada seorang pun yang dapat menyangkal bahwa perjanjian damai itu penting dan seringkali sangat rumit. Namun semua ini hanyalah awal dari sebuah proses, satu titik akhir dari pergerakan perdamaian negatif – penghentian konflik – menuju perdamaian positif – dimana masyarakat mulai pulih, berdamai dan tumbuh kembali.