Ini isi tulisan dari Prasasti Plumpungan:
- //Srir = astu swasti prajabyah saka-kalatita 672/4/31/..(..)
- Jnaddyaham //O//
- //dharmmartham ksetradanam yad =udayajananam yo dadatisabhaktya
- hampragramam triaramyamahitam =anumatam siddhadewyasca tasyah
- kosamragrawalekhaksarawidhiwidhitam prantasimawidhanam
- tasyaitad = bhanunamno bhuwi bhatuyaso jiwitamcatwa nityam
Alih aksara
- Semoga bahagia ! Selamatlah rakyatsekalian ! Tahun Saka telah berjalan 672/4/31 (24 Juli 760 M) pada hari Jumat
- tengah hari
- Dari beliau, demi agama untuk kebaktian kepada yang Maha tinggi, telah menganugerahkan sebidang tanah atau taman, agar memberikan kebahagiaan kepada mereka.
- yaitu desa Hampra yang terletak diwilayah Trigramyama (Salatiga) dengan persetujuan dari Siddhdewi (Sang Dewiyang Sempurna atau Mendiang) berupa daerah bebas pajak atau perdikan.
- ditetapkan dengan tulisan aksara atauprasasti yang ditulis menggunakan ujung mempelam
- dari beliau yang bernama Bhanu. (danmereka) dengan bangunan suci atau candiini. Selalu menemukan hidup abadi
Kota Salatiga adalah Staat Gemente yang dibentuk berdasarkan Staatblad 1923 No. 393 yang kemudian dicabut dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1995 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Ditinjau dari segi administratif pemerintah dikaitkan dengan kondisi fisik dan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II, keberadaan Daerah Tingkat II Salatiga yang memiliki luas 17,82 km dengan 75% luasnya merupakan wilayah terbangun adalah tidak efektif.
Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum
Berdasarkan kesadaran bersama dan didorong kebutuhan areal pembangunan demi pengembangan daerah, muncul gagasan mengadakan pemekaran wilayah yang dirintis tahun 1983. Kemudian terealisir tahun 1992 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1992 yang menetapkan luas wilayah Salatiga menjadi 5.898 Ha dengan 4 Kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan.
Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga berubah penyebutannya menjadi Kota Salatiga.
Pendapat lain, juga muncul dari Warin Darsono, seorang pegiat Salatiga Heritage, yang dikutip dari Salatiga een Paradijs op Aarde (Surga di Atas Bumi) dalam bab Salatiga=Tiga Candi?! diungkapkan legenda yang mengakar kuat mengenai salah satu asal muasal nama Salatiga dan sangat dipercaya masyarakat terkait literasi mengenai kata ‘Selo Tigo’. Selo berarti batu sedangkan tiga atau bermakna tiga buah batu apabila disambung. Tetapi apa yang diketahui masyarakat mengenai tiga batu ini adalah merupakan bagian dari legenda perjalanan Ki Ageng Pandanaran. Ketiga batu tersebut konon dipercaya berlokasi tak jauh dari sekitaran kampus UKSW.