Hal ini diatur dalam Keppres Nomor 06 Tahun 2024 tentang biaya penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 yang keluar pada bulan Januari. Namun, pada Februari 2024, Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan baru yang membagi kuota tambahan 20.000 menjadi dua bagian, yakni 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian ini dianggap tidak sesuai dan menimbulkan berbagai indikasi penyelewengan aturan, salah satunya indikasi korupsi. Anggota Pansus Haji DPR RI dari PKB, Marwan Dasopang, bahkan mengatakan Pansus bisa saja memanggil Presiden Joko Widodo dalam proses penyelidikan terkait penyelewengan kuota haji.
“Kalau umpamanya mengenai pengalihan kuota itu tidak mendapatkan jawaban, mari kita tanya presiden, karena Keppresnya dari dia,” kata Marwan saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (11/7).
Indikasi Korupsi
Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum
Timwas Haji juga mencium indikasi korupsi, tak hanya pelanggaran terhadap UU terkait pengalihan kuota haji, yakni UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada pasal 64 ayat 2, yang menyatakan kuota haji khusus ditetapkan hanya sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.
“Ada informasi yang kami terima jika pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus sebanyak 50% itu terindikasi ada korupsi. Kami akan dalami dan selidiki apakah benar informasi yang kami terima itu. Kami akan panggil para pihak terkait dengan hal ini nanti,” kata Luluk. (*)