MENTERI Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menampilkan foto legendaris yang menunjukkan Presiden ke-2 RI Soeharto menunduk saat menandatangani perjanjian dengan International Monetary Fund (IMF) yang diabadikan pada 1998. Foto itu begitu ikonik karena menimbulkan berbagai macam persepsi.
Hal itu terjadi ketika Tito memberikan paparan dalam Rapat Kerja Nasional XVI Apkasi (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) di Jakarta Convention Center (JCC) pada Rabu (10/7/2024). Awalnya Tito berbicara panjang lebar tentang tiga paradigma, yaitu realisme, liberalisme, dan konstruktivisme. Ketika menjelaskan soal paradigma liberalisme, Tito menampilkan foto tersebut.
“Itulah cikal bakal lahirnya entitas bukan negara tapi memiliki kekuatan setara negara dan itu merambah ke bidang lain,” ucap Tito.
Baca Juga:4 Kecamatan 9 Desa 16.422 Jiwa Terdampak Banjir di Cirebon: Tanggul Sungai JebolIbu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa Hukum
Tampak foto Pak Harto menunjuk ke arah meja hendak meneken dokumen, sedangkan di sisi kanan Pak Harto berdiri seorang Michel Camdessus, yang saat itu bertindak sebagai Managing Director IMF. Pose keduanya yang ikonik inilah yang menimbulkan banyak persepsi lantaran posisi Pak Harto yang menunduk, sedangkan Camdessus melipat kedua tangannya sembari memperhatikan Pak Harto.
“Kita ingat, tahun 98 presiden kita, Pak Harto, harus menandatangani perjanjian IMF. Michel Camdessus, tahu gambarnya masih ada ya, satunya kepala negara, nation state Indonesia, menunduk, satunya kepala lembaga internasional IMF, Camdessus tangannya begini (memperagakan tangan dilipat di depan dada). Bayangkan,” ucap Tito.
“Itulah lahir dan kemudian merambah ke berikutnya, sampai ke urusan bola juga FIFA, nggak bisa kita kendalikan FIFA, FIFA sudah setara negara, kita melawan FIFA di-banned sama dia, nggak boleh bertanding Indonesia di delapan cabang olahraga di bawah FIFA, habis, mereka hanya mengenal PSSI, bukan Menteri Bidang Olahraga. Dia ingin agar olahraga dikendalikan oleh bukan negara, kira-kira gitu,” katanya.
“Nah, ini lahirnya para pesaing negara ini disebut paradigma liberalisme, paradigm liberalism, dua aktor negara dan non-negara yang berpengaruh dunia,” imbuhnya. (*)