Jasad anak AM ditemukan mengambang sudah tak bernyawa pada Ahad (9/6/2024) menjelang siang di aliran sungai dangkal dengan ketinggian air di bawah betis orang dewasa. Saat dievakuasi oleh warga, jasad anak AM mengenakan kaos hitam berlengan sampai siku, dengan tulisan merah kecil pada dada sebelah kiri. Jasad anak AM, pun mengenakan celana pendek sedengkul berwarna cokelat terang. Saat ditemukan, jasad anak AM sudah tampak bekas luka-luka lebam, yang diduga karena kekerasan, dan penyiksaan. Direktur LBH Padang, Indira Suryani melanjutkan, foto memegang pedang panjang yang digembar-gemborkan Kapolda sebagai bukti anak AM terlibat tawuran tak sesuai dengan fakta temuan jasad bocah SMP Muhammadiyah-5 itu. “Bagi kami, foto itu tidak membuktikan apapun tentang apa penyebab anak AM mati,” begitu kata Indira.
Menurut Indira, mengapa pula Kapolda sebagai otoritas tertinggi kepolisian di Sumbar selalu ngotot diri bahwa anak AM terlibat tawuran? “Bagi kami kasus ini, adalah penyiksaan yang diduga dilakukan oleh kepolisian. Lalu untuk apa pula, Kapolda selalu berusaha untuk membuktikan bahwa anak AM terlibat tawuran?,” kata Indira.
Peristiwa tawurannya sendiri, kata Indira, diakui oleh Kapolda tak terjadi. Lalu, pertanyaannya, kata Indira, mengapa anak AM, ditemukan tewas tak bernyawa? Dan dalam kasus ini, kata Indira menegaskan, bukan cuma anak AM yang menjadi korban keganasan kepolisian. Namun, kata dia, ada sekitar 18 anak-anak, dan remaja yang dituduh akan melakukan tawuran lalu ditangkap oleh satuan Sabhara Polda Sumbar dan mengalami penyiksaan saat diperiksa di Polsek Kuranji. Ragam penyiksaan tersebut, kata Indira, mulai dari tendangan, pemukulan, sundutan rokok, bahkan sampai pada penyetruman. Luka-luka lebam yang ditemukan pada jasad anak AM sendiri, dari penjelasan hasil autopsi mengalami patah tulang enam ruas di bagian paru-paru sebelah kiri. Menurut Indira, penyampaian Kapolda tentang foto anak AM memegang pedang panjang, yang dijadikan bukti anak sulung dari pasangan Afrinaldi (34), dan Anggun Anggraini (32) itu adalah pelaku tawuran, merupakan pembunuhan karakter terhadap bocah yang secara hukum juga belum cakap. “Kami (LBH Padang) merasa bahwa Kapolda ini sedang melakukan framing yang buruk terhadap korban (anak AM). Dan bagi keluarga, itu sangat menyakitkan, anaknya sudah meninggal, tetapi tetap dilakukan framing yang sangat buruk oleh Kapolda,” begitu ujar Indira. LBH Padang, kata Indira, menegaskan kepada Kapolda, ketimbang mencari dalil-dalil untuk ‘memaklukmi’ kematian anak AM. Lebih baik Kapolda menunjukkan sikap jujur sebagai pemimpin kepolisian di Sumbar untuk melanjutkan penyelidikan kasus kematian anak AM ke level penyidikan dan penindakan. Karena kata Indira, Kapolda sendiri sudah mengakui adanya 17 personel Sabhara Polda Sumbar yang sudah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran etik dalam pengamanan yang dilakukan pada saat kejadian pada Ahad (9/6/2024) itu. “Kami hanya ingin menyampaikan kepada Kapolda dan kroni-kroninya, jangan menambah perbuatan jahatnya kepada anak-anak yang baru berumur 13 tahun. Dia sudah meninggal dunia, jangan lagi dibunuh karakternya, yang berdampak pada keluarga. Fokus saja pada kasus penyiksaan yang dilakukan anggotanya (kepolisian), bukan sibuk melakukan framing-framing yang malah menyudutkan pihak korban,” begitu ujar Indira. Indira, pun balik menantang, agar Kapolda mengumumkan nama-nama resmi, beserta foto-foto 17 personel Sabhara Polda Sumbar yang disidang etik karena kasus kematian anak AM tersebut. (*)