“Kolaborasi ini sudah berlangsung kurang lebih 10 tahun, mungkin dimulai sekitar 2011-an, dan publikasinya di 2014,” ujar Oktaviana.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa penemuan lukisan Leang Karampaung itu telah berumur setidaknya 51.200 tahun yang lalu. Penemuan itu memiliki implikasi penting terkait pemahaman asa-usul senin, terlebih Oktaviana merupakan ahli seni cadas BRIN.
Dalam paparanya, Oktavian menunjukan kepada publik terkait proses eksplorasi penemuan lukisan di dalam gua tersebut. Terdapat batuan yang tumbuh di atas pigmen warna, dan lukisan tersebut menampilkan adegan sosok yang diinterpretasikan sebagai therianthropes atau setengah manusia setengah hewan. “Kita bisa lihat, batuan yang tumbuh di atas pigmen warna, jadi si penggambar, artisnya 44 ribu tahun yang lalu mereka menggambar, baru mungkin beberapa ribu tahun itu tumbuh lagi. Nah tumbuhnya itu bisa ada flowstone gitu jadi vertical, makin keluar itu makin muda umurnya,” ujarnya.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Selain bentuk yang diinterpretasikan sebagai therianthropes, Oktavian juga menunjukan hasil temuan lukisan yang memperlihatkan babi dan anoa.
Ahli arkeolog di Griffith Centre for Social and Cultural Research (GCSCR), Profesor Maxime Abert, turut memaparkan terkait metode analisis yang digunakan dalam penelitian tersebut. Profesor Arbet mengembangkan metode analisis LA-U-series untuk menghasilkan data yang lebih akurat, mampu mendeteksi umur lapisan kalsium karbonat dengan sangat rinci hingga mendekati masa pembuatan lukisan tersebut.
“Metode yang dikembangkan ini menggunakan Teknik LA-U Series yang bisa memberikan keakuratan data yang tinggi, karena metode tersbut mampu mendeteksi lapisan kalsium karbonat,” ujar Profesor Abert.
Pada kesempatan tersebut, BRIN menjalin kolaborasi dengan Google Arts & Culture, yang diwakili oleh Manager Hubungan Pemerintahan dan Kebijakan Publik Google Indonesia, Ariana Santoso. Kolaborasi itu bertujuan untuk memberikan gambaran secara langsung melalui bantuan teknologi, sehingga dapat melihat Lokasi di dalam gua.
Bahkan, Google Arts & Culture juga dapat memberikan animasi yang mensimulasikan pada ribuan tahun lalu, para manusia prasejarah melukis di dinding gua. Tak lupa hadir secara virtual yakni Bupati Maros, Chaidir Syam yang memberikan sapaan serta ucapan terima kasih yang membanggakan karena diwilayahnya terdapat bukti arkeolog prasejarah yang paling tua di Indonesia, yang berhasil diteliti dan ditemukan oleh tim peneliti dari berbagai pihak. Hal itu ia sampaikan juga sebagai hadiah untuk Kabupaten Maros yang sedang merayakan hari jadinya ke-65. (*)