Mahkamah Pidana Internasional mencatat operasi intelijen canggih Israel sejak 2015 untuk menghancurkan kasus kejahatan perang di Palestina. Kini ICC mengupayakan surat penangkapan untuk PM Israel Benjamin Netanyahu, Menhan Yoav Gallant, serta pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar, dan Muhammad Deif.
“Perang” ini dimulai Januari 2015, ketika Palestina dipastikan bergabung dengan ICC setelah diakui sebagai negara oleh Majelis Umum PBB. Aksesi ini dikutuk oleh pejabat Israel sebagai bentuk “terorisme diplomatik,” seperti laporan The Guardian pada Selasa, 28 Mei 2024.
Investigasi ini mengungkap bagaimana Israel menjalankan “perang” dan operasi intelijen hampir satu dekade, termasuk dengan peretasan email, pesan singkat, dan dokumen, serta penyadapan percakapan berbagai pejabat ICC untuk menekan jaksa membatalkan kasus dugaan kejahatan perang yang terjadi di Palestina, terutama pada masa jabatan Jaksa Fatou Bensouda yang kini digantikan Karim Khan.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Lima sumber yang akrab dengan kegiatan intelijen Israel mengatakan mereka rutin menyadap panggilan telepon yang dilakukan oleh Bensouda dan stafnya dengan warga Palestina. Terhalang oleh Israel untuk mengakses Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, ICC terpaksa melakukan sebagian besar penelitiannya melalui telepon, yang membuatnya lebih rentan terhadap pengawasan.
Berkat akses komprehensif Israel ke infrastruktur telekomunikasi Palestina, sumber-sumber tersebut mengatakan operasi intelijen Israel dapat menyadap panggilan dari ICC kepada warga Palestina yang berada di Palestina tanpa spyware di perangkat pejabat ICC.
Investigasi ini semakin memanaskan hubungan antara Israel dan ICC, serta menambah tekanan pada Belanda untuk melindungi integritas dan independensi pengadilan internasional tersebut. (*)