Namun upaya menciduk Hasto gagal total. Tim penindakan KPK yang mencoba masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, yang diperkirakan menjadi tempat persembunyian Hasto, dihalang-halangi sejumlah polisi. Petugas komisi antirasuah sempat ditahan, bahkan diteror dengan uji urine seolah-olah mereka pemadat narkotik. Tim KPK pun tak bisa menyegel ruangan Hasto di kantor PDI Perjuangan karena dihalangi petugas di partai banteng.
Kegagalan itu terasa lebih pahit karena pimpinan dan sejumlah petinggi KPK menolak menetapkan Hasto sebagai tersangka. Mereka tak mengacuhkan dua bukti permulaan yang cukup untuk menjerat Hasto. Satu anggota staf Hasto menjadi tersangka, tapi orang dekatnya yang disebut Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ikut menjadi perantara dan menikmati suap dibebaskan karena dianggap kooperatif.
Pimpinan KPK jelas telah mencoreng wajah korps pemberantas korupsi karena tunduk kepada petinggi PDIP. Alih-alih berdiri di depan untuk membela anak buahnya, mereka malah menyalahkan tim penindakan yang mencoba menyegel ruang kerja Hasto. Padahal tak ada prosedur yang dilanggar tim tersebut. Pimpinan KPK malah menginstruksikan tiada lagi penyegelan setelah peristiwa itu.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Inilah bukti telak kekhawatiran publik terhadap rekam jejak tercela sejumlah pemimpin KPK yang dipersoalkan saat proses seleksi. Belum juga sebulan bekerja setelah dilantik pada 20 Desember 2019, mereka malah menyabotase pemberantasan korupsi. Sulit rasanya mengharapkan KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, yang rekam jejaknya juga menjadi sorotan, bisa dan mau membongkar kasus korupsi yang melibatkan nama besar. Sangat mungkin di kemudian hari bakal lebih banyak pelaku kejahatan yang tak tersentuh hukum.
Intelektual muda Cirebon, Heru Subagia memaparkan kejadian memalukan itu adalah buah dari pelemahan KPK secara sistematis dan terstruktur oleh pemerintah Joko Widodo dan DPR. Bukannya meloloskan calon pemimpin yang berintegritas, Presiden Jokowi dan DPR memilih orang-orang bermasalah. Ditambah lagi, pemerintah dan parlemen bersekongkol memangkas kewenangan KPK melalui revisi undang-undang.
“Sudah seharusnya Mahkamah Konstitusi menerima uji materi yang diajukan mantan pemimpin KPK dan pegiat antikorupsi untuk mendukung pemberantasan korupsi di negeri ini. Apalagi Ombudsman Republik Indonesia telah menemukan dugaan awal pembahasan revisi itu cacat hukum,” ungkapnya, Kamis (27/6).