PUSAT Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan lebih dari 1.000 anggota DPR dan DPRD terlibat dalam permainan judi online.
“Apakah ada legislatif pusat dan daerah? Ya kita menemukan itu lebih dari 1.000 orang,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2024).
Ivan mengatakan, pihaknya akan menyerahkan nama-nama anggota DPR yang terlibat judi online kepada Komisi III DPR dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR untuk ditindaklanjuti. Selain anggota DPR, kata Ivan, ada juga pegawai di Setjen DPR ikut bermain judi online.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
“Ya nanti akan kami kirim surat. Jadi ada lebih dari 1.000 orang itu DPR-DPRD sama setjen,” tandas Ivan.
Lebih lanjut Ivan mengatakan, pihaknya menemukan ada lebih dari 63.000 transaksi yang dilakukan anggota DPR dan DPRD.
“Angka rupiahnya hampir Rp 25 miliar di masing-masing yang transaksi di antara mereka dari ratusan sampai miliaran, sampai ada satu orang sekian miliar,” pungkas Ivan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meminta PPATK membongkar dan membeberkan nama-nama anggota dewan yang diduga terlibat dalam permainan judi online. Pasalnya, kata Habiburokhman, pemain judi online tidak hanya melanggar pidana, tetapi juga melanggar kode etik sehingga Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa menindaklanjuti para anggota DPR yang terlibat judi online.
Habiburokhman meminta PPATK menyerahkan nama-nama anggota DPR yang terlibat judi online. Menurut dia, hal tersebut penting agar MKD DPR bisa menindaklanjuti hal tersebut dengan memberikan pendekatan bertahap.
“Di antaranya juga, kita juga pengin tahu apakah di DPR ini, anggota DPR ada juga yang terdeteksi bermain judi online, ya kita minta ini, minta infonya di DPR,” ujar Habiburokhman saat rapat kerja itu.
Dikatakan, di masing-masing institusi, termasuk DPR, bukan hanya melanggar hukum pidana. “Karena kalau di masing-masing institusi termasuk di DPR bukan hanya melanggar hukum pidana pak, tetapi ada ketentuan kode etik yang dilanggar. Tentu apakah di pendekatannya langsung represif apakah persuasif dahulu, mengingat ini adalah tergolong tindak pidana pekat, penyakit masyarakat, artinya kan pelakunya banyak banget,” tambahnya.