Hewel mendirikan cabang Nazi itu dengan kantor pusatnya di Batavia dan cabangnya tersebar di Surabaya, Bandung, Medan, Padang, dan Makassar. NSDAP Hindia Belanda bahkan menjadi perwakilan Nazi nomor dua terbesar di kawasan Asia Pasifik setelah Tiongkok. Tujuannya adalah untuk meraih simpati ekspatriat Jerman di seluruh dunia untuk mendukung Hitler.
Geerken juga mencatat bahwa ada pejuang tanah air yang berharap bisa menjadi anggota NSDAP. Tujuannya adalah mencari simpati agar mau mendukung kemerdekaan bagi Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda melihatnya sebagai ancaman dan menghukum orang-orang Indonesia yang menjalin hubungan dengan NSDAP.
Bukan itu saja, menurut Geerken, Hitler ternyata ikut menyokong perjuangan tentara Pembela Tanah Air (PETA) dengan mengirim bantuan militer – lengkap dengan tenaga ahli mengenal alat-alat perang dan pendidikan militer.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Selain NSDAP, di Hindia Belanda juga berdiri Nationaal Socialistische Beweging (NSB) pada 1934 yang merupakan partai fasis Belanda. Tak hanya NSB, partai milik Belanda yang berideologi Nazi di Hindia Belanda menurut Geerken juga ada Nationaal-Socialitische Nederlandsche Arbeiderspartij (NSNAP) yang berdiri pada 1931 serta Nederlandsch-Indische Facisten Organisatie (NIFO).
Partai berideologi Nazi juga bermunculan di tengah rakyat pribumi Hindia Belanda. Ada Partai Fasis Indonesia (PFI) yang didirikan Dr Notonindito, yang pada 1924 belajar di Jerman dan mendapat gelar doktor di Berlin. Menariknya, Geerken juga menyebut Partai Indonesia Raya (Parindra) yang lahir pada tahun 1935, Gabungan Partai Politik (Gapi) pada 1936, serta Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) pada 1937 dalam catatannya.
Parindra yang didirikan Sartono, Amir Sjarifuddin, dan Muhammad Husni Thamrin adalah partai terbesar pada waktu itu. Pada 6 Januari 1941 Parindra dituduh Belanda menggalang hubungan erat dengan Jerman dan Jepang – akibatnya Thamrin dikenai tahanan rumah.
Perlu diketahui bahwa Jerman dan Jepang menjadi satu kubu saat Perang Dunia II. Lima hari setelah itu Thamrin ditemukan meninggal dunia secara misterius. Desas-desus yang beredar menyebut ia disuntik mati oleh dokter pemerintah Hindia Belanda.
Menariknya lagi, di halaman 109 buku Geerken dimuat foto rombongan petinggi Parindra yang mengiringi jenazah Thamrin – dipimpin Ketua Parindra Woerjaningrat Soekardjo Wirjopranoto. Soekardjo yang memakai blangkon dan beskap Jawa resmi dengan dasi kupu-kupu, berjalan paling depan. Sementara, para pemuda anggota Parindra mengenakan seragam celana pendek dan kaus kaki sampai sebetis, berbaris rapi di sebelah kanan dan kiri dengan penghormatan gaya “Heil Hitler” – yakni sikap berdiri tegak, kepala sedikit menengadah sambil mengangkat tangan kanan ke arah langit.