KISAH ini berawal ketika Belanda mulai menjajah Indonesia. Ketika itu para raja dan kalangan bangsawan yang pro atau tunduk kepada Belanda lebih suka menyimpan harta kekayaannya. Harta yang disimpan para raja itu biasanya dalam bentuk emas batangan, dan tersimpan di bank sentral milik kerajaan Belanda di Hindia Belanda, De Javasche Bank, yang kini menjadi Bank Indonesia, ditetapkan menjadi bank sirkulasi yang artinya bank ini menerbitkan mata uang untuk Hindia Belanda.
De Javasche Bank berdiri pada 24 Januari 1828 atas perintah Raja Williem I. Tujuan De Javasche Bank didirikan adalah untuk membantu permasalahan keuangan dan perekonomian kolonial Hindia Belanda yang memburuk setelah bangkrutnya VOC.
Di zaman Hindia Belanda emas dijadikan cadangan devisa oleh De Javasche Bank karena nilainya yang tidak menyusut. Pada saat terjadi peralihan kekuasaan dari pendudukan Belanda ke Jepang pada 1942, De Javasche Bank masih sempat menyelamatkan emas-emasnya dari penjarahan tentara Jepang. Sebagian emas tersebut dilarikan ke Australia dan Afrika Selatan.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Namun, terselip kabar konon secara diam-diam, para bankir De Javasche Bank memboyong seluruh emas batangan milik para nasabahnya, para raja-raja dan bangsawan nusantara ke Netherlands.
Setelah meletus Perang Dunia II di front Eropa, kala itu wilayah kerajaan Belanda dicaplok pasukan Nazi Jerman, militer Jerman memboyong seluruh harta kekayaan Belanda ke Jerman, termasuk harta simpanan para raja di nusantara.
Diketahui, sejarah dan pengaruh fasisme Jerman di Indonesia punya pertautan dengan masuknya orang-orang Jerman ke Indonesia sejak abad ke-17 lewat aktivitas perdagangan. Ribuan orang Jerman juga tercatat menjadi bagian dari VOC dengan menjadi pekerja maupun tentara.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa lebih dari setengah anggota Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) Belanda memang berisi orang-orang non-Belanda dari Jerman, Austria, Polandia, dan Swiss – dengan orang Jerman sebagai kelompok mayoritas dari kelompok non-Belanda.
Antara tahun 1600 hingga 1800-an, populasi Belanda memang hanya mencapai 2 juta orang sehingga mereka mempekerjakan sekitar 600 ribu tentara asing – utamanya dalam misi-misi penjelajahan dan perdagangan, katakanlah lewat VOC. Akibatnya, bisa dipastikan ada pengaruh-pengaruh Jerman yang dibawa serta ke Indonesia – termasuk dalam konteks ideologi.