Masih menurut Catatan Safari ANS, Kennedy dikabarkan bersedia meneken perjanjian, dengan syarat mengabaikan pengembaliannya. Soekarno setuju, namun dengan catatan, bayar komitmen fee sebesar 2,5% setahun dari total emas yang diakui.
Lebih jauh, Kennedy bilang, boleh saja asalkan perusahaan tambang Amerika, baik minyak bumi maupun mineral, diizinkan melakukan eksplorasi di Indonesia. Saat itu Soekarno menyatakan setuju, namun dengan catatan. Menurut Soekarno, perusahaan tambang Amerika boleh melakukan eksplorasi, tetapi begitu sebutir biji emas atau setetes minyak diambil oleh perusahaan Amerika dari bumi Indonesia, maka The Green Hilton Memorial Agreement dinyatakan tidak berlaku.
“Sekali lagi, dialog ini bukan imajinatif, tetapi wawancara saya dengan tokoh senior pihak asing yang sekarang ini telah tiada,” tegasnya sembari menyatakan, hal itu dibuktikan dengan berdirinya tambang emas asal Amerika di Papua.
Baca Juga:Ibu Kandung Pegi Setiawan Tolak Jalani Pemeriksaan Psikologi, Ini Alasan Kuasa HukumSurvey ARFI Institut Ungkap Hasil Elektabilitas Calon Wali Kota Cirebon: Eti Herawati di Urutan Ketiga
Seperti diketahui, tambang emas Tembagapura yang kini menjadi Freeport Indonesia, merupakan tambang emas terbesar di dunia. Hal lain yang membuktikan dialog itu adalah disahkannya UU No 13/1963 pada 28 November 1963 oleh Soekarno.
Undang-undang itu berisi tentang perjanjian kerja sama antara PN Pertamina dengan Pan American Indonesia Oil Company. Hal ini berlanjutnya dengan makin banyaknya perusahaan asal Amerika yang masuk dan menanamkan modalnya di Indonesia.
Bukti lainnya adalah disahkannya UU No 14/1963 tentang pengesahan perjanjian karya antara PN Pertamina dengan PT Caltex Indonesia, dan California Asiatic Oil Company (Calasiatic), Texaco Overseas Petrolium Company (Topco).
Serta, kerja sama antara PN Pertamina dengan PT Stanvac Indonesia, serta PN Permigan dengan PT Shell Indonesia pada tanggal yang sama 28 November 1963, atau beberapa hari setelah ditandatanganinya The Green Hilton Memorial Agreement.
“Berdasarkan investigasi saya selama belasan tahun ini, justru pihak asing yang mempercayai keberadaan aset bangsa Indonesia berdasarkan fakta yang mereka terima. Kini, saatnya bangsa Indonesia sendiri mengakui keberadaannya,” jelasnya.
Melalui buku berjudul Harta Amanah Soekarno, dia juga ingin menghentikan klaim atau upaya mencairkan dokumen-dokumen bank yang berkait dengan harta amanah Soekarno, karena tidak bisa dicairkan secara orang perorang.